Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) menilai operasional hulu dan pengolahan PT Pertamina (Persero) di tengah harga minyak dunia yang sedang berfluktuasi saat ini, berperan menekan angka pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk perusahaan jasa pendukung.
“Saya sepakat (bahwa Pertamina) turut membantu menekan PHK di berbagai perusahaan,” kata Ketua Umum Aspermigas John Karamoy dalam keterangannya di Jakarta, seperti dikutip oleh Antara, Selasa (12/5).
Menurut dia, upaya Pertamina untuk tetap mengoperasikan sisi hulu dan kilang serta tidak memilih melakukan impor minyak secara keseluruhan, merupakan langkah tepat.
Hal itu, tambahnya, karena secara tidak langsung BUMN itu turut menjaga kelangsungan ekosistem migas, termasuk KKKS dalam negeri dan seluruh perusahaan jasa pendukung.
“Memang harus jalan terus. Kalau Pertamina tidak meneruskan operasi, maka yang menanggung beban adalah perusahaan-perusahaan pendukung, terutama di bidang barang dan jasa, misalnya, tiba-tiba tidak ada aktivitas,” kata dia.
Bagi perusahaan dalam negeri, jika tiba-tiba Pertamina menghentikan operasi, bisa menambah beban utang mereka. Lanjutnya, hal itu terjadi, karena bisa jadi perusahaan tersebut sudah meminjam uang, untuk mendukung pengerjaan suatu operasi dengan Pertamina.
“Kalau tiba-tiba Pertamina menurunkan operasional, padahal mereka sudah telanjur pinjam duit. Lalu apa yang terjadi dengan karyawan perusahaan penyedia jasa barang ini? PHK. Nah, itu yang harus dihindari,” ujarnya.
Menurut John, potensi terjadinya PHK memang ada dalam masa pandemi covid-19 seperti sekarang, misalnya beberapa perusahaan KKKS merumahkan karyawan karena perusahaan tersebut menurunkan produksi saat harga turun.
“Jadi, meski secara massal tidak ada PHK, tapi beberapa perusahaan ada yang merumahkan karyawan,” katanya.
Sebelumnya, hal senada juga pernah disampaikan oleh Anggota Komisi VII DPR Ridwan Hisjam. “Masih beroperasinya sektor hulu Pertamina, kilang dan hilir menahan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja, yang tengah marak di tengah menurunnya aktivitas perekonomian,” tuturnya di Jakarta, seperti dikutip oleh Antara, Kamis (6/5).
Berkurangnya risiko PHK, tambahnya, sangat membantu Pemerintah dan juga perekonomian nasional, karena jika ada PHK besar-besaran, sangat berdampak kepada masyarakat dan stabilitas sosial politik.
Sejumlah proyek strategis Pertamina juga masih tetap dijalankan dengan protokol covid-19, sangat membantu pemerintah dalam hal meningkatkan jumlah serapan tenaga kerja.
Menurut dia, hal itu tidak saja berpengaruh mengurangi tingkat pengangguran tapi sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat sebagai bagian dari faktor penting menggerakkan ekonomi nasional.
Selain itu, Ridwan juga menilai positif Pertamina yang tetap menjaga operasional, baik sektor hulu, kilang, dan juga hilir karena bisa menjaga gerakan perekonomian nasional.
“Pertamina sebagai BUMN tetap menjadi lokomotif perekonomian nasional. Saya apresiasi, karena mereka tetap melakukan kegiatan operasional, baik di hulu dan hilir, sesuai protokol covid-19,” katanya.
Ridwan menegaskan, anjloknya harga minyak dunia sebenarnya sangat berdampak terhadap sektor hulu Pertamina, harga crude oil sangat jatuh, namun sumur-sumur produksi harus tetap dipertahankan.
Dikatakannya, meski sisi hulu dalam keadaan merugi dan sisi hilir permintaan merosot, tetapi Pertamina tetap berkomitmen menjalankan operasinya. Distribusi dan penyediaan BBM dan LPG untuk masyarakat saat ini berjalan dengan baik.
Operasional Pertamina tersebut, menurut dia, memiliki dampak besar terhadap perekonomian nasional, karena tetap membuat banyak pihak tetap berdiri, seperti para kontraktor KKKS dan stakeholder lain.
Pertamina tetap beroparasi, roda perekomian berjalan, tidak ada phk a”Ya, dengan masih beroperasinya hulu sampai hilir Pertamina, ekonomi Indonesia tetap berjalan dan tidak terlalu mudah jatuh. Di sini ada multiplier effect, termasuk kepada perusahaan rekanan yang berarti juga seluruh tenaga kerja di dalamnya,” ujarnya. (Fitriana Monica Sari)