Udara Jakarta butek. Hitam pekat. Asap kendaraan mengelilingi kota ini setiap harinya. Saat itu pula jutaan warga menghirup udara tidak sehat, kotor yang bisa mengganggu kesehatan. Begitu juga dengan warga-warga di kota-kota besar lainnya.
Nah saat pandemi Covid-19 dengan diterapkannya work from home dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang saat ini PSBB transisi, udara Jakarta tampak biru. Saking bersihnya, warga bisa menyaksikan gunung di Jawa Barat dari kejauhan.
Warga pun menyambut gembira. Sudah lama mereka tidak menyaksikan udara ibu kota sebersih itu. Ya udara Jakarta bisa seperti itu tentu saja berkurangnya gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar tidak berkualitas, masih menggunakan BBM RON (research otctane number) rendah yang tak ramah lingkungan.
Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati, udara bersih Jakarta itu menunjukkan adanya masalah polusi udara di Ibu Kota. Polusi tersebut dihasilkan dari asap kendaraan bermotor, asap pabrik dan pembangkit listrik bertenaga batu bara di sekitar Jakarta. Hal ini sangat baik sehingga harus dipertahankan.
Pengamat lingkungan Berry Nahdian Furqon berpendapat saat pandemi COVID-19 merupakan waktu yang tepat bagi masyarakat untuk mengubah perilaku pemakaian BBM.
Menurut mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) itu di Jakarta, belum lama ini, perubahan perilaku penggunaan BBM tersebut salah satunya membiasakan pemakaian BBM beroktan tinggi.
Perubahan perilaku sangat besar perannya dalam memperbaiki kualitas udara, sebab, dampak positif BBM RON tinggi baru terlihat jika digunakan secara masif.
Menurut dia, dengan menggunakan BBM beroktan tinggi, masyarakat tidak hanya menjaga lingkungan tetapi juga kesehatan, untuk itu pemakaian BBM RON tinggi yang ramah lingkungan tidak cukup hanya dilakukan melalui regulasi.
“Selain itu (melalui regulasi), kita juga harus mendorong perubahan perilaku ramah lingkungan. Dan sekarang saat yang tepat untuk berubah,” katanya.
Udara di Jakarta yang kotor akibat polusi
Rumah Kaca
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RM Karliansyah bahwa semua elemen harus mempertahankan perilaku bagus saat pandemi COVID-19, yang berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca.
Karliansyah menyebutkan, perilaku bagus yang harus dipertahankan tersebut antara lain dengan menjaga bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, memperbaiki manajemen lalu lintas, pengembangan sistem transportasi massal, dan pengembangan hutan kota.
Menurutnya, emakaian BBM RON tinggi yang ramah lingkungan, juga sangat berdampak baik bagi kesehatan, termasuk kesehatan sistem pernafasan.
Sementara itu, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengingatkan bahwa bahan bakar minyak dengan oktan rendah bisa berdampak negatif bagi kesehatan dan memicu penyakit mematikan. Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin menjelaskan, BBM oktan rendah bisa memicu kanker.
Menurut dia, selain kanker, berbagai penyakit lain yang tak kalah berbahaya, juga mengintai. “Selain itu, karbon monoksida yang dihasilkan juga bersifat racun dan nitrogen dioksida memicu penyakit paru-paru,” kata dia.
Menurut peneliti, Prof Joel Kaufman, tingkat penyakit paru kronis meningkat dan semakin meningkat pula pada orang yang tidak merokok. Hasil penelitian ini membuat para ahli cukup terkejut betapa kuatnya dampak dari pencemaran udara.
Anggota Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, Adri Charviandi mengatakan, penggunaan BBM Ron tinggi atau berkualitas dapat mengurangi dampak pencemaran udara karena emisi yg dihasilkan lebih baik. Namun dengan catatan perubahan mengunakan BBM Ron tinggi bisa berjalan seiring dengan perubahan pemakaian kendaraannya.
Jabodetabek
Polusi udara di Jakarta akibat penggunaan BBM oktan rendah seperti premium yang sangat signifikan. Lebih dari 30 persen bensin premium digunakan oleh kendaraan bermotor di Jakarta. Apalagi setelah marak adanya angkutan online, baik ojek online maupun taksi online.
Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan, pencemaran udara harus dihentika, udara Jakarta harus tetap bersih supaya warganya tetap sehat dan. Untuk mencapai ini semua, warga dan aparat Pemprov DKI Jakarta harus bersama-sama merubah perilaku, dari menggunakan BBM tidak ramah lingkungan menjadi BBM ramah lingkungan atau oktan tinggi.
Intinya, penggunaan BBM berkualitas di Jakarta dan kota-kota besar lainnya sebuah keharusan. Demi kesehatan warga, tak ada tawar menawar lagi. Saatnya pemerintah pusat dan Pemprov DKI/pemda lainnya membuat kebijakan atau regulasi mengurangi, bila perlu menghentikan penggunaan BBM oktan rendah.
Jika tidak, dan mayoritas kendaraan yang kandungan sulfurnya lebih dari 500 ppm, udara Jakarta akan tetap butek dan tenggelam oleh polusi. Kesehatan warganya terancam. Inilah saatnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan kepala daerah lainnya menyelamatkan dan menjaga kesehatan warganya dari penyakit berbahaya yang diakibatkan polusi udara.
Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengingatkan bahwa bahan bakar minyak dengan oktan rendah bisa berdampak negatif bagi kesehatan dan memicu penyakit mematikan.
Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin menjelaskan bahwa BBM oktan rendah bisa memicu berbagai penyakit, termasuk kanker. Selain kanker, berbagai penyakit lain yang tak kalah berbahaya, juga mengintai.
Apalagi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sudah menyoroti soal pencemaran udara di Ibu Kota. BPK menyebut, pada saat ini soal pencemaran udara belum tersampaikan dengan baik sehingga masih perlu ditingkatkan.
Selain itu, penerapan kebijakan bahan bakar ramah lingkungan belum disertai dengan rencana aksi serta target konversi bahan bakar ramah lingkungan sehingga ke depannya kedua hal itu perlu dilakukan oleh Pemprov DKI untuk meningkatkan kualitas udara di Ibu Kota.
Merusak Mesin
Tak hanya mencemari lingkungan, BBM oktan rendah juga bisa merusak mesin kendaraan bermotor. BBM jenis ini akan membuat pembakaran di dalam mesin menjadi tidak sempurna. Ini terjadi, karena terbakarnya BBM di dalam ruang bakar hanya karena tekanan mesin, bukan dari busi.
Akibatnya, selain menjadikan mesin mengelitik (knocking), juga membuat banyak BBM terbuang dan menjadi emisi hidrokarbon, karbon monoksida (CO), dan nitrogen dioksida melalui knalpot.
Pengamat otomotif yang juga Founder and Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, BBM Ron rendah akan merusak lingkungan, menambah polusi, juga buruk bagi mesin kendaraan.
“Sepatutnya kita sudah concern dengan masalah emisi gas buang pada octan dan cetane rendah,” kata Jusri dalam keterangannya, Selasa (23/6).
Jusri mengatakan, bila kendaraan beralih ke BBM jenis oktan tinggi ini, secara otomatis komponen kendaraan akan berumur panjang. Kemudian, dari sisi tenaga atau power kendaraan lebih terjaga. Manfaat lain, jarak tempuh jadi kian jauh karena pembakaran mesin kendaraan lebih sempurna.
Dia mengajak masyarakat menggunakan BBM RON tinggi karena memiliki banyak kelebihan, mesin awet, tenaga kendaraan terjaga.
Kesadaran Membaik
Kampanye dan sosialisasi perlunya menggunakan BBM berkualitas dan ramah lingkungan sudah sejak lama dilakukan berbagai kalangan, LSM, lembaga-lembaga pemerintah, termasuk PT Pertamina. Hasilnya sangat positif, meski masih ada masyarakat yang menggunakan BBM oktan rendah, jumlahnya sudah jauh berkurang.
Kini masyarakat sudah banyak beralih konsumsi pertalite dan pertamax. Hal ini karena kesadaran mereka untuk bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan, menurunkan gas rumah kaca, dan dapat merusak kendaraan sudah semakin baik.
Saatnya seluruh anak bangsa memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjaga lingkungan, menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), karenanya
masyarakat perlu merubah perilaku dengan menggunakan BBM berkualitas dan ramah lingkungan
Demi lingkungan hidup yang lebih baik, kesehatan masyarakat dan mesin kendaraan awet, saatnya masyarakat meninggalkan menggunakan BBM RON rendah yang tak ramah lingkungan, seperti premium.
Pemerintah seharusnya segera membuat regulasi agar masyarakat menggunakan BBM berkualitas dan ramah lingkungan. Pemerintah jangan ragu, untuk mulai sepenuhnya menyalurkan BBM RON tinggi. Tentu lebih baik apabila pemerintah menyiapkan BBM berkualitas dengan harga yang terjangkau masyarakat.
sumber asli: harianterbit.com