Tingginya tingkat polusi udara berpotensi menimbulkan berbagai penyakit seperti gangguan paru kronis, penyakit jantung, stroke, dan kanker paru-paru. Selain itu juga berimbas pada produktivitas hingga menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak kecil. Karena itu, para aktivis lingkungan mengajak warga Indonesia untuk menggunakan energi yang ramah lingkungan.
Salah satu cara mencegah tingkat polusi udara adalah meninggalkan energi kotor seperti BBM dengan oktan rendah sejenis Premium dan BBM cetane rendah sejenis Solar yang masih berada di bawah standar EURO4. “Orang baik pilih energi baik,” tegas aktivis Greenpeace Indonesia.
Menurut data Greenpeace Indonesia, angka kematian dini akibat polusi udara di Indonesia sejak 1 Januari 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 9.000 jiwa. Kematian dini di Jakarta diperkirakan mencapai 6.100 jiwa, di Surabaya mencapai 1.700 jiwa, di Denpasar sebanyak 410 jiwa dan di Bandung sebanyak 1.400 jiwa.
Data itu terungkap berdasar perangkat penghitungan udara bersih yang diluncurkan oleh gabungan aktivis lingkungan dari Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA), Greenpeace Asia Tenggara, dan IQAir Air Visual, pada hari Kamis (09/07).
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu mengatakan, kerugian ekonomi akibat buruknya kualitas udara di Indonesia diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah. Greenpeace mencatat total potensi kerugian ekonomi di Jakarta yang mencapai Rp 23 triliun atau sekitar 26 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).