Bahan bakar nabati (BBN) dari kelapa sawit D100 merupakan bentuk kemandirian energi di Indonesia. Saat ini, ITB dan Pertamina telah mengucijoba bahan bakar D100 di kilang Pertamina Dumai dan menghasilkan minyak kelapa sawit sebanyak 1.000 barel per hari.
“Ini memberi secercah harapan akan bangkitnya kemandirian energi terbarukan di Indonesia,” kata Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, dalam webinar pengembangan bahan bakar nabati Indonesia-Brasil, di Jakarta, Kamis (10/9).
Bambang mengatakan bahan bakar nabati berbasis sawit akan menjadikan perekonomian Indonesia bergerak lebih cepat untuk pemulihan ekonomi. Sektor energi memiliki peranan yang penting dan strategis bagi perekonomian nasional.
“Indonesia perlu untuk berubah terhadap ketergantungan akan bahan bakar fosil menjadi pada bahan bakar terbarukan,” jelasnya.
Bambang mengatakan pemerintah Indonesia berkomitmen kuat mendorong inovasi bahan bakar nabati sebagai solusi pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan bakar dalam negeri. Selain meningkatkan kemampuan ekspor, pengembangan bahan bakar nabati juga merupakan upaya substitsi impor dengan penambahan nilai dari.
Selain itu, pengembangan bahan bakar tersebut juga memberi peluang pemberdayaan korporatisasi petani sawit rakyat dalam industrialisasi IVO (bahan baku biohidrocarbon) dan kilang-kilang bahan bakar berskala kecil yang terintegrasi dengan kebun sawit. Hal ini tentu akan meningkatkan kesejahteraan hidup para petani rakyat.
“Bahan bakar nabati berbasis sawit merupakan komoditas sumber daya alam terbarukan di Indonesia yang potensi jumlahnya berlimpah,” ucapnya.
Perlu diketahui, sebagai informasi karakteristik bahan bakar kelapa sawit D100 sama sekali berbeda dengan biodiesel yang ada di pasaran saat ini yang dikenal dengan istilah B20 atau B30. Green diesel D100 diproduksi dari bahan baku 100 persen Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) kelapa sawit yang diolah menggunakan Katalis Merah Putih.
Penggunaan bahan bakar green diesel D100 pada kendaraan tidak akan menurunkan kinerja mesin. Bahkan tidak perlu modifikasi tertentu pada mesin sebagaimana yang terjadi pada kendaraan-kendaraan yang diberi asupan biodiesel B30 yang berbasis FAME.
Sementara itu, Duta Besar Brasil, HE Jose Amir da Costa Dornelles mengatakan keberhasilan Brasil dalam mengimplementasikan kebijakan pemanfaatan bahan bakar nabati berbasis tebu bisa diadaptasi Indonesia.
Terutama keberhasilan dalam pengaturan kebijakan penentuan harga tebu-gula-etanol, yang akan diadaptasi oleh Indonesia ke dalam kebijakan regulasi penentuan harga sawit-minyak sawit bahan bakar serta pemberian dukungan riset dan pengembangan DNA sawit unggul berkelanjutan.
“Kesempatan yang luar biasa untuk bisa saling bertukar pengalaman dalam sektor pengolahan bahan bakar nabati yang nantinya akan dapat memberi keuntungan kedua negara,” katanya.