Menjaga Energi di Tengah Pandemi

0
646

Pandemi covid-19 berdampak pada sisi permintaan dan penawaran minyak dunia, sekaligus sangat mempengaruhi pada operasional industri migas. Turunnya permintaan global mengakibatkan anjloknya harga minyak.

Pada 21 April lalu harga minyak di Amerika Serikat menyentuh angka minus US$37.63 per barel, berada pada level terendah sepanjang sejarah. Kondisi ini menekan sektor migas hingga ke hulu.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif berpendapat untuk memperbaiki dan menjaga sektor migas tidak semakin terpuruk pemerintah memiliki target recovery jangka panjang hingga 2030.

Salah satunya produksi minyak hingga 1 juta barel/hari. “Harus kita hadapi, kita punya keyakinan mampu mencapai target tersebut. Ada 12 potensi wilayah kerja yang akan dioptimalkan,” ungkap Arifin dalam acara Pime Talk News di Metro TV, Senin (14/9).

Ia menyebutkan ada 68 cekungan potensi migas yang belum digarap.

Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menilai perlu ada suasana baru di sektor hulu migas demi mengatasi tantangan sektor hulu ke depan. “Saat ini, strategi kita adalah bagaimana mendorong agar insentif-insentif baik berupa penyederhanaan regulasi atau pajak nonpajak mendorong agar aturan hulu diubah agar menarik.”

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menjelaskan Pertamina tengah terhantam triple shock akibat pademi korona, mulai dari penurunan volume penjualan BBM, melemahnya nilai tukar rupiah hingga titik terendah pada Maret 2020, serta menurunnya harga ICP hingga menyentuh level terendah pada April 2020.

Namun, kata dia, sebagai satu-satunya per­usahaan negara yang bergerak dalam migas, Pertamina tetap menjalankan kewajibannya. Pihaknya tetap menjaga pasokan energi pada seluruh masyarakat dan industri.

“Seluruh kilang tetap beroperasi, produksi BBM tetap jalan, SPBU semua buka, pasokan aman, stok aman, sampai saat ini. Ini kewajiban yang terus kami lakukan. Pertamina juga terus mengemban tugas untuk pendistribusian BBM Satu Harga yang hingga 2024 ditargetkan mencapai angka 490 titik,” jelas Nicke.

Di tengah situasi yang penuh tantangan, tambah dia, Pertamina tetap berupaya untuk memberikan kontribusi maksimal dalam penanganan covid-19. Di antaranya membangun RS khusus covid-19, membantu 124 RS lain yang tersebar di seluruh Indonesia, ikut menya­lurkan alat pelindung diri (APD), membantu UMKM untuk bangkit termasuk penyelenggaraan virtual event untuk pameran. Pertamina hadir serta berperan sebagai penggerak ekonomi masyarakat.

Tidak hanya itu, perseroan juga berkontribusi dalam membantu pemerintah mengejar target bauran energi baru terbarukan nasional sebesar 23% pada 2025. Hal itu sejalan dengan tren dari permintaan energi global yang diperkirakan mencapai puncak konsumsi energi fosil pada 2030, setelahnya kontribusi sektor EBT akan meningkat pesat.

Pandemi covid-19 membuat tren percepat­an transisi ke sektor EBT menjadi 2030, dari estimasi sebelumnya pada 2033. “Sehingga kita harus bergegas masuk ke EBT,” ungkap Nicke.

Ia menyebutkan perseroan terus berupaya mengembangkan riset dan meningkatkan penggunaan teknologi. Sejumlah produk berbasis EBT yang tengah diinisiasi Pertamina dengan empat pilar, yakni geothermal, bio-energi, gas, EV-Battery

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here