Inggris akan memiliki tambang batu bara pertamanya setelah lebih dari tiga dekade. Hal itu diketahui setelah sidang parlemen wilayah Cumbria di barat laut Inggris, yang menyetujui pembukaan tambang batu bara baru.
Padahal Inggris, melalui undang-undang pemerintah, telah berkomitmen untuk mencapai batas nol emisi gas rumah kaca pada 2050. Tambang batu bara baru itu disetujui pada hari Jumat waktu setempat.
Perolehan suara 12 banding tiga pada sidang parlemen wilayah Cumbria menyetujui ekstraksi sebanyak 3,1 juta ton batu batu metalurgi (coking coal atau metallurgical coal) yang akan digunakan dalam pembuatan baja. Meskipun proyek tersebut tidak tergolong besar untuk sebuah industri pertambangan batu bara, konstruksinya akan memiliki pengaruh besar bagi Inggris.
Sebab, negara tersebut telah menutup sebagian besar tambang batu bara pada tahun 1980-an. Tambang batu bara di wilayah Cumbrian terakhir, Haig Colliery, sudah ditutup pada tahun 1986.
West Cumbria Mining Ltd., yang menjadi perusahaan di balik proyek tersebut, akan mulai berproduksi pada paruh kedua tahun 2021 dan mengatakan membuka 500 lowongan kerja. Tambang tersebut disetujui dengan syarat harus ditutup pada tahun 2049, satu tahun sebelum Inggris harus bersih dari energi beremisi.
Pendukung energi hijau mengatakan, persetujuan proyek baru itu gagal memenuhi janji pemerintah untuk mengurangi emisi hingga nol pada 2050, dan merusak rencana Inggris untuk menjadi pemimpin global dalam perubahan iklim. Penggunaan batu bara termal (thermal/steaming coal) sebagai pembangkit listrik telah menurun drastis di negara maju, dan tahun ini pasokan listrik Inggris telah bebas dari batu bara selama dua bulan berturut-turut.
“Beberapa perusahaan dan beberapa politisi, tampaknya telah salah menafsirkan target nol emisi Inggris pada 2050 sebagai izin untuk mencemari lingkungan tanpa batasan hingga 2049. Ini merusak target kita bersama,” ujar Doug Parr, kepala ilmuwan di organisasi lingkungan non-pemerintah Greenpeace, dikutip dari Bloomberg Sabtu (3/10/2020).
Sebuah laporan awal tahun ini oleh organisasi Green Alliance menemukan, bahwa emisi tahunan dari penggunaan batu bara yang diekstraksi akan mencapai setidaknya 8,4 juta ton setara karbon dioksida per tahun, yang lebih dari emisi tahunan Kamerun. Sementara pembuatan baja bertenaga batu bara dinilai mubazir, karena pabrik telah bergerak menuju bahan bakar yang lebih bersih seperti hidrogen.
Sebagai tuan rumah pembicaraan iklim yang didukung PBB, yang dikenal sebagai COP26, Inggris mendorong negara-negara lain untuk menjanjikan target energi tanpa emisi. Namun, mayoritas publik Inggris skeptis tentang pencapaian target tersebut. Menurut survei oleh Bright Blue yang diterbitkan Jumat, ditemukan 58 persen publik percaya bahwa hanya kecil kemungkinan target itu akan tercapai pada tahun 2050.