Site icon Seputar Energi

Pemerintah Perlu Penetrasi ke Pasar Nontradisional

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, pasar ekspor ke negara-negara non tradisional dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi defisit neraca perdagangan. Pasalnya, nilai ekspor non-migas Indonesia ke negara tersebut telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.

Misalnya saja ekspor ke Tanzania yang mengalami kenaikan selama kurun waktu lima tahun terakhir. Nilainya pada 2015 masih berada di kisaran 214 juta dolar AS yang naik menjadi 262,9 juta dolar AS pada 2020. 

Sementara itu, ekspor ke Kanya dan Kazahkstan juga tumbuh dari masing-masing dari 187,7 juta dolar AS dan 3,2 juta dolar AS pada 2015 menjadi 262,9 juta dolar AS, 220,6 juta dolar AS dan 207,1 juta dolar AS pada tahun lalu.

“Kondisi Ini menjelaskan bahwa produk Indonesia diterima dengan baik oleh negara – negara non tradisional,” tutur Pingkan dalam keterangan resmi yang dilansir dari Republika, Rabu (13/1).

Penetrasi ke pasar non tradisional dapat membantu Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencapai target surplus 1 miliar dolar AS pada neraca perdagangan di tahun ini. Selain itu, ekspor riil barang dan jasa ditargetkan akan tumbuh sebesar 4,2 persen, ekspor non migas akan tumbuh 6,3 persen serta adanya pertumbuhan rasio ekspor terhadap jasa ekspor terhadap PDB sebesar 2,8 persen untuk tahun 2021.

Pingkan menyebutkan, selain peningkatan kualitas produk Indonesia agar daya saing makin kuat, sudah saatnya pemerintah melihat potensi dari negara-negara tujuan non tradisional. “Pemetaan penting dilakukan supaya pasar untuk produk Indonesia semakin luas,” katanya.

Indonesia harus memanfaatkan perjanjian perdagangan internasional. Khususnya ke negara yang sudah berlangsung untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor Indonesia. Kesempatan ini adalah kesempatan yang baik terutama di tengah defisit neraca perdagangan.