Energi Terbarukan Hadapi Sederet Tantangan, Termasuk Pendanaan

0
637
Wind turbines manufactured by Shanghai Electric Group Co. stand at a wind farm operated by China Huaneng Group in this aerial photograph taken in Qidong, China, on Thursday, June 7, 2018. China, the world's largest wind power producer, is considering setting a national target to reduce average wind curtailment rates to less than 10 percent next year and to about 5 percent by 2020, according to an April 12 government policy proposal document. Photographer: Qilai Shen/Bloomberg

Pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk persoalan pendanaan.

Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana mengakui bahwa pendanaan energi terbarukan di dalam negeri masih menghadapi sejumlah tantangan.

Tantangan yang dihadapi antara lain, rendahnya tarif yang membuat investasi energi terbarukan tidak menarik, tingginya bunga pinjaman yang mengurangi pengembalian modal, persyaratan agunan yang tinggi dan tidak adanya pembiayaan proyek, serta berlakunya skema BOOT (build, own, operate, transfer) dalam perjanjian jual beli listrik.  

Selain itu, tantangan datang dari skala proyek kecil yang meningkatkan biaya transaksi, terbatasnya pengembang dan institusi pendanaan, persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam proyek, dan persoalan perizinan.

“Yang kami lakukan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut adalah menyediakan regulasi yang baik.  Kami tengah siapkan Perpres yang mengatur tarif baru untuk EBT.  Sekarang sedang dalam proses finalisasi di kantor presiden,” kata Dadan dalam webinar Pamerindo EnergyTalk Series Overview of Sustainable Energy Financing: Challenges and Opportunities pada Kamis (18/2/2021).

Meski masih menghadapi sejumlah tantangan, Dadan menuturkan bahwa makin banyak inisiatif pendanaan untuk energi terbarukan di dalam negeri yang diberikan oleh para pemangku kepentingan dan lembaga keuangan.  

Beberapa inisiatif pendanaan yang tersedia antara lain, blended finance-Indonesia Climate Change Trust Fund yang dibuat oleh Bappenas, SDG Indonesia One yang dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur, Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA), serta Tropical Landscape Finance Facility yang diinisiasi oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Centre for Research in Agroforestry (Icraf), ADM Capital, dan BNP Paribas.

“Otoritas Jasa Keuangan juga memberikan dukungan dengan mewajibkan bank-bank untuk menyediakan porsi tertentu dari portofolio kreditnya untuk pembiayaan proyek hijau, seperti energi terbarukan,” kata Dadan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here