Site icon Seputar Energi

Menilik Toksikologi Limbah Batubara

Beberapa waktu lalu kita dikejutkan oleh hebohnya berita penghapusan limbah batu bara dari daftar Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) seperti yang terlampir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan disahkan awal Februari 2021. Penghapusan limbah batu bara ini dari daftar B3 merupakan usulan dari 16 asosiasi yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Mengetahui hal ini tentu membuat kita bertanya-tanya, apa kira-kira yang dikandung limbah batu bara atau biasa disebut FABA (fly ash bottom ash) tersebut sehingga sehingga dihapus dari daftar B3?

FABA mengandung beberapa senyawa berbahaya, di antaranya yaitu:

1. Timbal – Paparan langsung timbal dapat menyebabkan kerusakan besar pada sistem saraf. Paparan timbal dapat menyebabkan penyakit ginjal, gangguan pendengaran, tekanan darah tinggi, kesalahan perkembangan, kerusakan hemoglobin, dan masalah masalah pria. Baik tingkat paparan timbal yang rendah maupun yang tinggi dapat membahayakan tubuh manusia.

2. Arsenik : Ketika sejumlah besar arsenik dihirup atau tertelan melalui limbah batu bara, penyakit seperti kanker kandung kemih, kanker kulit, kanker ginjal dan kanker paru-paru dapat berkembang. Pada akhirnya, paparan arsenik dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kematian. Mual, muntah, gangguan penglihatan, dan gangguan penglihatan.

3. Merkuri : Paparan merkuri yang kronis dari abu batu bara dapat menyebabkan kerusakan pada sistem saraf. Ketika merkuri dihirup atau tertelan, berbagai efek yang dapat terjadi seperti gangguan penglihatan, kejang, mati rasa, kehilangan memori dan sulit tidur.

4. Boron : Saat debu abu batu bara terhirup, paparan boron dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada tenggorokan, hidung dan mata. Di samping itu, ketika limbah batu bara tertelan, paparan boron dapat mengerikan karena gangguan ginjal, otak, dan usus.

5. Molibdenum : Ketika molibdenum dihirup dari debu abu batu bara, ketidaknyamanan pada hidung, tenggorokan, kulit dan mata dapat terjadi. Akibatnya, paparan molibdenum jangka pendek dapat menyebabkan peningkatan mengi dan batuk. Selain itu, paparan kronis molibdenum dapat menyebabkan nafsu makan, sakit kepala, dan nyeri.

6. Talium : Paparan talium dalam debu abu batu bara dapat menyebabkan neuropati perifer saat terhirup. Selain itu, saat abu batu bara tertelan, paparan talium dapat menyebabkan diare dan muntah. Selain itu, paparan talium juga perawatan dengan komplikasi jantung, hati, paru-paru, dan ginjal.

7. Silika : Ketika silika dihirup dari debu abu batu bara, penyakit paru-paru janin atau silikosis dapat berkembang. Selain itu, paparan silika kronis dapat menyebabkan kanker paru-paru. Selain itu, paparan silika dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan nafsu makan, sirkulasi oksigen yang buruk, komplikasi pernapasan, dan demam.

Sedang Retno Damayanti dalam penelitiannya pada tahun 2018 menyimpulkan, bahwa beberapa pengujian untuk melihat sifat keterlindian logam-logam berat dan sifat toksik secara kimia dan biologi menunjukkan bahwa percontohan abu batu bara dapat dikategorikan sebagai bukan limbah B3 (kandungan logam-logam berat tersebut dalam lindiannya lebih kecil dari yang ditetapkan) dan bersifat hampir tidak toksik (dengan nilai 10.000 < LC50 < 100.000 ppm) dan relatif tidak berbahaya (LD 50 > 15.000 ppm).

Mengutip apa yang di sampaikan Rosa Vivien Ratnawati selaku Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Kementerian LHK, bahwa pada proses pembakaran batu bara di industri lain, dengan fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri yang digunakan untuk pembuatan steam dengan temperatur rendah, limbah FABA yang dihasilkan merupakan limbah B3 yaitu Fly Ash kode limbah B409 dan Bottom Ash kode limbah B410.

Dengan begitu dapat di artikan bahwa tidak semua FABA yang di cabut dari daftar B3, melainkan hanya yang merupakan limbah hasil sisa pembakaran di PLTU. Hal tersebut disebabkan karena pembakaran batu bara di kegiatan PLTU dilakukan pada temperatur tinggi, sehingga kandungan unburnt carbon di dalam FABA menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan.

Tapi sekali lagi, yang perlu di ingat dalam hal ini adalah bahwa penghapusan limbah batu bara FABA dari daftar B3 adalah atas usulan 16 asosiasi yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan juga atas rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).