Pemerintah Provinsi Jawa Barat ingin mengelola sumur minyak dan gas (migas) marginal atau yang sudah tidak digunakan lagi. Mereka meminta ada regulasi dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dalam pertemuan antara Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan Menteri ESDM Arifin Tasrif terungkap bahwa sumur marginal yang ada di Indonesia berjumlah sekira 100 ribu titik.
Ridwan Kamil meminta agar pengelolaan sumur migas marginal itu bisa dan mengklaim siap dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Tujuannya, menekan penggunaan secara ilegal.
“(Pengelolaan oleh BUMD) mengurangi potensi ilegal. Pak Menteri mendukung, hanya nanti Pak Menteri akan mengatur regulasinya dan sudah ada yang sudah dilakukan sehingga kami menunggu waktu saja,” ujar Ridwan Kamil, Jumat (23/4).
Selain itu, sebagai ketua Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) ia ingin memaksimalkan potensi energi terbarukan. Salah satunya, memanfaatkan danau waduk yang airnya untuk PLTA tetapi juga permukaannya bisa dimanfaatkan untuk solar sel.
Di sisi lain, ia berharap setiap daerah bisa memiliki kemenangan pengawasan dilakukan oleh Pemerintah daerah. Secara tidak langsung, organisasi ADPMET bisa dimanfaatkan pula oleh pemerintah pusat.
“Jadi kalau ada permasalahan galian tambang C walaupun kewenangan provinsi kami diberi kewenangan untuk penegakan hukum mewakili Kementerian seperti yang sudah diarahkan,” kata dia.
Menteri ESDM, Arifin mengakui bahwa masih ada eksploitasi alam ilegal, hanya saja, jumlahnya tidak meningkat signifikan. Bekaitan dengan pengelolaan sumur, sudah ada yang dilakukan, di antaranya di wilayah Jambi bekerjasama dengan Pertamina.
“Nanti ke depannya kita dorong supaya lebih massif,” tutur dia.
Pemanfaatan sumur marginal bekerjasama dengan Pertamina bukan tanpa alasan. Pasalnya, selama ini hanya mereka yang menampung produksi minyak mentah.
“Memang ada dari sisa-sisa sumur yang dikelola sendiri membangun kilang sendiri nah tentu saja kilang-kilang sendiri ini harus diberikan bimbingan teknis, supaya bisa menghasilkan produk-produk yang memenuhi persyaratan,” kata dia.
“Sehingga bisa diambil oleh Pertamina untuk dipasarkan. Selama ini kan minyak itu diolah sendiri tapi itu bisa dipakai juga karena kualitasnya belum terstandarisasi,” pungkasnya.