PT PLN (Persero) turut berkomitmen dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Salah satunya dengan memenuhi kebutuhan permintaan listrik dengan EBT di masa yang akan datang.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, permintaan listrik hingga tahun 2060 diperkirakan akan naik hingga 1.800 TWh. Adapun saat ini, permintaan listrik berkisar antara 300 TWh.
“Saat ini sektor kelistrikan kita sizenya 300 TWh. Pertumbuhan demand 4,6 persen. Di 2050, sizenya menjadi 1.100 TWh. Ada penambahan 800 TWh atau 3 kali lipat,” ujar Darmawan dalam webinar, Senin (26/4).
Tak hanya sampai di situ, di 2060, diperkirakan kebutuhan listrik akan mencapai 1.800 TWh, yang artinya, akan ada penambahan hingga 1.500 TWh. “Dan PLN berkomitmen penuh bahwa penambahan kapasitas tersebut akan berdasarkan renewable energy (RE)/energi baru terbarukan (EBT). Caranya bagaimana? Berinovasi,” katanya.
Menurtnya, berkat inovasi, saat ini harga listrik berbasis EBT sudah lebih terjangkau dibandingkan dulu saat pengembangan awal. “Dulu harga EBT berkisar 25 hingga 30 sen dolar per kWh, sekarang sudah 3,6 hingga 4 sen dolar per kWh,” katanya.
Oleh karenanya, potensi pemenuhan listrik berbasis EBT menjadi proyek menjanjikan yang tidak hanya murah namun turut berkontribusi terhadap perubahan iklim. Kendati, saat ini, pemanfaatan EBT melalui PLTS masih digunakan secara intermittent, tidak terus menerus.
“PLTS sekarang saja masih berproduksi pukul 10.00 pagi hingga pukul 14.00. Sebagian masih intermittent, sisanya masih menggunakan energi fosil,” tuturnya.