Site icon Seputar Energi

UU Cipta Kerja Dinilai Berpotensi Tingkatkan Ketergantungan Terhadap Batu Bara

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja secara sistematis dinilai akan semakin meningkatkan ketergantungan terhadap batu bara.

Dosen Fakultas Hukum sekaligus Tenaga Ahli Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada Irine Handika mengatakan, pada pasal 128A perubahan UU Minerba dalam UU Cipta Kerja disebutkan bahwa pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara sebagaimana dalam Pasal 102 ayat (2) dapat diberi perlakuan tertentu berupa pengenaan royalti sebesar 0 persen.

Menurutnya, pasal ini membuka peluang adanya peningkatan pemanfaatan batu bara. Pasal 128A harus dibaca satu kesatuan dengan Pasal 102 ayat (2).

Di dalam pasal ini dikatakan bahwa pemegang IUP atau IUPK pada kegiatan operasi produksi dapat melakukan pengembangan dan/atau pemanfaatan batu bara.

“Apa yang dimaksud dengan terminologi pemanfaatan dan pengembangan karena artinya satu-satunya cara untuk dapat insentif 0 persen adalah dengan melakukan pengembangan dan pemanfaatan,” ujar Irine dalam sebuah webinar, Rabu (30/6/2021).

Kemudian dalam Pasal 102 ayat (2) UU Minerba disebutkan pengembangan batu bara antara lain dapat berupa coal upgrading, coal briquetting, pembuatan kokas, pencairan batu bara, gasifikasi batu bara termasuk underground coal gasification, dan coal slurry atau coal water mixture.

Sedangkan yang dimaksud dengan pemanfaatan disebutkan antara lain dengan membangun sendiri pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut tambang.

“Ada frasa antara lain, artinya sangat terbuka terminologi pengembangan itu. Artinya, mau Pak Jokowi bilang sekarang setop PLTU setelah 35.000 MW, tapi secara normatif tetap akan ada, siapapun yang memerintah. Di dalam UU Cipta Kerja, UU Minerba, pemanfaatan batu bara masih bisa dilakukan untuk pembangunan PLTU mulut tambang,” kata Irine.

Dia melihat bahwa ketentuan dalam Pasal 128A perubahan UU Minerba dalam UU Cipta Kerja, serta Pasal 102 ayat (2) dan (3) UU Minerba hanya menyasar utilisasi batu bara, bukan optimalisasi daya menuju energi bersih seperti yang diharapkan. Hal ini pun memunculkan pertanyaan bagaimana arah pengelolaan portofolio energi nasional.

“Kalau lihat Pasal 128A, Pasal 102 ayat (2) dan (3), itu artinya utilisasi bagaimana memanfaatkan sebesar-besarnya batu bara. Ini tentu bukan mindset yang kita perjuangkan bersama sehingga yang perlu kita mitigasi, Pasal 128A ini akan meningkatkan porsi batu bara dalam bauran energi nasional dan secara sistematis akan tumpang tindih dengan target dan program adaptasi dan mitigasi iklim,” katanya.