Seputarenergi.com- Pemerintah berencana melarang ekspor listrik dari energi baru terbarukan (EBT) seiring dengan pengembangan pembangkit EBT untuk mempercepat transisi energi dari ketergantungan bahan bakar fosil.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah memastikan ketersediaan pasokan listrik dari EBT cukup terlebih dahulu di dalam negeri, sehingga tidak akan diekspor.
“Saya baru dapat arahan kemarin, pemerintah Indonesia belum berpikir untuk mengekspor energi baru terbarukan kepada negara mana pun. Ini informasi terbaru,” ujar Bahlil saat Road to G20 Investment Forum, Rabu (18/5).
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat bahwa kebijakan tersebut memang diperlukan jika Indonesia sedang kekurangan listrik. Namun faktanya, saat ini PLN sedang kelebihan pasokan atau oversupply listrik,
“Saat ini memang kita dalam posisi yang sulit mengingat saat ini kita oversupply listrik dari PLTU. Dengan demikian, maka kita akan berlebihan pasokan listrik jika dari EBT masuk lagi,” kata Mamit, Sabtu (28/5).
Mamit menjelaskan, larangan ekspor EBT akan memperparah keadaan oversupply listrik ini selama serapan listrik dari PLTU atau pembangkit lain tidak maksimal. Apalagi skema untuk saat ini semua adalah TOP (take or pay).
Lanjut Mamit, dengan skema pembelian TOP ini membuat PLN harus tetap membayar kepada Independent Power Producer (IPP) meskipun listriknya tidak laku. Hal ini tentu merugikan PLN jika kelebihan pasokan.
“Jika pembangkit EBT menggunakan skema TOP juga, bisa dibayangkan beban dari PLN dan pemerintah sendiri karena besaran kompensasi. Oleh karena itu, pemanfaatan EBT ini harus diperhatikan secara khusus,” tuturnya.
Kendati demikian, dia pun mendukung jika kebijakan larangan ekspor listrik dari pembangkit EBT diterapkan. Menurut dia, hal ini bisa mempercepat pengurangan emisi dan menambah pemasukan negara dari pasar karbon (carbon trade).
“Di sisi lain, kita berkomitmen untuk terus mengurangi emisi karbon. Apalagi, saat ini skema untuk carbon tax sudah disiapkan. Jadi saya kira ini bisa menjadi bisnis baru juga yaitu carbon trade,” tutup Mamit.
Source: Kumparan