Seputarenergi.com- Rangkaian sidang The 2nd Energy Transitions Working Group (ETWG) resmi berakhir. Secara umum, peserta sidang telah menyepakati kesepakatan (principles) dalam mempercepat transisi energi, termasuk adanya rancangan Bali Common Principles in Accelerating Clean Energy Transitions (Compact).
“Dua hari ini kita punya komunikasi yang sangat baik. Mereka (anggota G20) apresiasi Presidensi Indonesia, apa yang kita sampaikan merupakan apa yang mereka perlukan. Khusus Bali Compact, secara umum mereka sepakat, masih ada sedikit perubahan redaksi,” kata Chair of ETWG Yudo Dwinanda Priaadi dalam keterangan tertulis.
Keseluruhan draft Bali Compact, sambung Yudo, mengacu pada tiga isu utama, yaitu akses energi, teknologi, dan pendanaan. “Kita kembalikan kepada dasar isu. Kalau ini ditangani dengan baik, harapannya dapat (menjawab) tema besar, yaitu recover together, recover stronger,” tegasnya.
Salah satu poin dalam Bali Compact adalah ketahanan energi (energy security). Bahasan ini menjadi penting mengingat mulai terjadinya krisis energi menyusul ketegangan geopolitik dan pascapandemi COVID-19.
“Semua sepakat tidak boleh ada orang di dunia, terutama negara G20, yang tidak mendapatkan akses energi. Makanya kita mengusulkan keadilan energi (just energy),” urai Yudo.
Ia menekankan, sekarang ini akses energi menjadi permasalahan untuk negara maju maupun negara berkembang. “Ini pertama kali, mereka (negara maju) berbicara (pentingya akses energi) ini. Jadi ini konsen seluruh dunia,” terangnya.
Di samping itu, Yudo mengungkapkan penurunan emisi merupakan salah satu hasil (outcome) nyata dalam forum energi G20. “Ini dua sisi mata uang yang sama, makanya pertemuan energi dan lingkungan didesain secara back to back,” tambah Yudo.
Sejauh ini, hasil persidangan belum menentukan secara spesifik jenis teknologi yang dimanfaatkan untuk percepatan transisi energi. Selama persidangan, Presidensi Indonesia justru mendapatkan tawaran dari beberapa negara G20 untuk menerapkan teknologi tertentu, seperti carbon capture.
“Kita belum tentukan (carbon capture) itu. Tapi sudah disampaikan oleh beberapa negara. Mereka malah mengusulkan itu kepada Indonesia sebagai Presidensi. Ini sifatnya high level, semacam menentukan dulu prinsip bersama, apakah kita perlu sampai bicara teknologi tertentu,” jelas Yudo.
Forum energi G20 sendiri sepakat akan pentingnya pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) secara perlahan-lahan untuk menggantikan sumber energi fosil. Kendati begitu, impelementasi kebijakan tetap menyesuaikan kondisi masing-masing negara. “Makanya, energy transitions itu pakai (huruf) ‘s’ karena masing-masing negara berbeda-beda,” pungkas Yudo.