Seputarenergi.com- Total perusahaan rintisan atau startup di Indonesia saat ini mencapai 2.391 perusahaan. Demikian ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, di Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2022 di Bali, Senin (11/7).
Airlangga melanjutkan bahwa dari total startup itu, ada dua perusahaan yang berstatus decacorn atau memiliki valuasi lebih dari US$10 miliar atau sekitar Rp150 triliun. Selain itu, delapan di antaranya berstatus unicorn atau memiliki valuasi lebih dari US$1 miliar atau sekitar Rp15 triliun.
“Indonesia menjadi tujuan investasi digital terpopuler di Asia Tenggara, mewakili 40% digitalisasi di Asia Tenggara yang nilainya Rp300 triliun,” sambungnya.
Di lain sisi, kondisi itu disayangkan. Di tengah maraknya kampanye tentang renewable energy atau energi baru terbarukan (EBT), masih ada sedikit startup di Indonesia yang bergerak di bidang tersebut. New Energy Nexus (NEX) memproyeksikan bahwa hanya 10% dari total perusahaan di Indonesia yang bergerak di sektor EBT. “Proyeksi ini dengan asumsi jumlah startup di Indonesia mencapai 1.000 perusahaan,” ungkap Diyanto Imam, Program Director New Energy Nexus Indonesia.
Untuk diketahui, NEX merupakan organisasi global yang bekerja untuk mendukung wirausaha di sektor EBT melalui pendanaan, program akselerator, dan jaringan. NEX di Indonesia memiliki empat program, yakni launch, accelerate, fund, dan scale up.
Diyanto menambahkan bahwa selama 3,5 tahun atau empat tahun pihaknya berkiprah di Indonesia, hanya sekitar 200 startup yang mendaftarkan diri untuk masuk program inkubasi Nexus.
“Dari 200-an itu yang kami terima 69—70an. Kalau kami berasumsi ada 1.000 startup, berarti jumlah startup EBT kurang dari 10%,” imbuhnya.
Dia melanjutkan, ada tiga faktor yang membuat startup di sektor EBT masih sedikit di Indonesia. Pertama, minimnya informasi mengenai hal-hal apa saja yang bisa dikerjakan. Kedua, jumlah organisasi yang mendukung sektor EBT masih sedikit. Kemudian yang ketiga, belum banyak kebijakan pemerintah untuk mendorong sektor EBT.
“Karena itu hampir susah sekali dengar ada startup EBT. Kecuali ada organisasi-organisasi yang membuat acara, baru terekspos bahwa ada startup yang fokus di sektor EBT,” pungkas Diyanto.