Di Forum Internasional, Dirut Pertamina Beberkan Jurus Dekarbonisasi

0
636
Dirut Pertamina

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan pihaknya telah memiliki berbagai strategi dalam menghadapi tantangan transisi dan kebutuhan energi guna mencapai aspirasi Net Zero Emission (NZE) atau bebas emisi. Strategi tersebut juga menjadi langkah Pertamina dalam menjaga ketahanan energi di Indonesia.
Nicke menuturkan Pertamina telah menyusun strategi komprehensif melalui dua pilar utama dan tiga implementasi menengah. Dua pilar utama tersebut adalah bergerak fokus mengenai dekarbonisasi kegiatan bisnis dan pengembangan bisnis hijau energi terbaurkan.

Selanjutnya, tiga strategi jangka menengah yang mendukung gerakan Net Zero Emission terdiri dari, mengembangkan standar penghitungan karbon yang telah memenuhi standar nasional dan internasional, pelibatan pemangku kepentingan untuk mendukung penuh target dan komitmen NZE nasional, dan yang terakhir adalah inisiatif bisnis berkelanjutan ramah lingkungan dengan fokus pada Biofuels, sumber energi terbarukan, Sistem Penangkapan Karbon (CCS/CCUS), baterai serta mobil listrik, hidrogen, dan bisnis karbon sendiri.

Diketahui, Pertamina juga telah mengembangkan strategi untuk mendukung transisi energi dengan mengalokasikan biaya modal (capex) untuk energi rendah emisi dan pengembangan EBT.

“Kami telah menetapkan tujuan untuk meningkatkan porsi Bisnis Hijau dalam bauran pendapatan Pertamina dari 5 persen pada tahun 2022 menjadi 13 persen pada tahun 2030,” tegas Nicke dalam keterangan tertulis, Selasa (15/11/2022).

Hal ini ia sampaikan dalam diskusi ‘BloombergNEF (BNEF) Net Zero Summit’ yang merupakan rangkaian dari B20. Kegiatan ini digagas oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta The Asia Natural Gas and Energy Association (ANGEA) hari ini.

Namun, proses transisi energi, kata Nicke, tidak bisa dicapai dengan cepat. Sebab, hal tersebut membutuhkan berbagai macam teknologi, biaya serta sumber daya manusia yang mampu memenuhi standar pemenuhan kebutuhan energi terbarukan.

Lebih lanjut, Nicke menuturkan pendapatan dari bahan bakar fosil diperkirakan akan menurun secara signifikan di tahun 2040. Di mana pada tahun tersebut bahan bakar fosil akan berada di angka 66 persen. Angka tersebut menurun jika dibandingkan pada tahun 2022 yang berada di angka 86 persen. Tujuan dari optimisme alokasi modal tersebut telah dikoordinasikan dengan pemerintah Indonesia. Dipastikan hal tersebut telah selaras dengan target bauran energi Indonesia untuk energi baru terbarukan.

Sedangkan, untuk mengimbangi pembiayaan, Pertamina juga telah memiliki formula strategi investasi jangka panjang yang terdiri dari 14 persen Capex untuk aksi bisnis energi hijau. Tak hanya itu, Pertamina juga terus melanjutkan investasi pada bahan bakar fosil dan petrokimia sebagai tulang punggung bisnis saat ini. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memastikan transisi energi tidak akan mengganggu ketahanan energi.

Selain strategi penyertaan modal, Pertamina juga berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk percepatan capaian target. Kolaborasi diperlukan, dalam menghadapi tantangan yang sama selama transisi energi, terutama dalam teknologi dan pembiayaan.

“Biaya teknologi masih lebih tinggi daripada bahan bakar fosil. Itu sebabnya, kami terbuka untuk kemitraan dan kolaborasi, untuk mendorong inovasi dan menurunkan biaya teknologi,” tandas Nicke.

Menurutnya, upaya kolaborasi digencarkan sebab saat ini penggunaan teknologi dalam energi baru terbarukan masih membutuhkan biaya mahal, sehingga harga jual kepada konsumen masih cukup tinggi. Dalam menekan biaya operasional tersebut, masalah pembiayaan, diharapkan akan lebih banyak menarik investor, baik internasional maupun domestik, guna meningkatkan mekanisme pembiayaan global mendukung proyek transisi energi dan dekarbonisasi.

Sumber asli: detik.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here