Seputarenergi.com- Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan kalau Indonesia ikut dalam proses transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT). Meski begitu, Erick mengatakan kalau peta jalan atau roadmap transisi energi ini fokus pada rencana yang bisa dicapai oleh Indonesia.
Lebih lanjut, Erick menekankan bahwa perta jalan Indonesia tidak akan mengikuti pola negara lain. Misalnya, target nol emisi karbon atau net zero emission yang dipatok pada 2060, atau lebih lambat 10 tahun dari negara lain. Alasannya, ini mengacu pada kemampuan di Indonesia.
“Kalau kita lihat memang suka tidak suka kita mengejar net zero emission di 2060, ini memang 10 tahun lebih lambat dari global,” kata dia dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Senin 5 Desember.
“Ini berdasarkan roadmap kita, bukan didorong oleh negara lain,” sambungnya.
Lebih lanjut, Erick menjelaskan, dalam proses transisi energi, salah satunya adalah bauran energi bersih seperti pemanfaatan tenaga matahari (PLTS) hingga tenaga air (PLTA).
Namun, Erick menjelaskan harga listrik yang dipatok dari energi besih tersebut bisa jadi lebih mahal jika dikebut seperti peta jalan negara-negara global.
“Kalau kita ikuti 100 persen keinginan mereka, listrik akan lebih mahal, pertanyaannya, apakah yang absorb dari listrik mahal ini pemerintah, atau industri, atau rakyat? Ini juga menjadi isu,” ucapnya.