Seputarenergi.com- Menteri ESDM Arifin Tasrif menekan pentingnya mempercepat proses transisi untuk menekan emisi gas rumah kaca global dan menahan laju kenaikan suhu. Ia memastikan Indonesia berkomitmen mengakselerasi transisi energi.
Berbagai upaya sedang dilakukan mulai dari program percepatan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), pengakhiran operasional lebih dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), cofiring biomassa pada PLTU, program mandatori biodiesel 30 persen, dan pengembangan jaringan listrik supergrid.
“Ini langkah nyata untuk menuju net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat sekaligus sebagai dukungan Indonesia pada United Nations Climate Conference COP28 untuk memastikan program yang sudah berjalan sesuai dengan yang direncanakan,” kata Arifin melalui keterangan tertulis usai mengikuti pertemuan the 13th Session of the Assembly of the International Renewable Energy Agency (IRENA) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada Sabtu (14/1) waktu setempat.
IRENA adalah badan internasional yang berupaya untuk mengatasi perubahan iklim melalui pemanfaatan energi yang ramah lingkungan. Tujuannya adalah untuk membantu pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan secara luas melalui kegiatan-kegiatan yang konkret.
Arifin mengatakan Indonesia sedang menyiapkan beragam payung hukum untuk memberikan kepastian usaha yang kondusif di sektor EBT. Sehingga mampu meningkatkan utilisasi pengembangan industri EBT dan perekonomian nasional.
Arifin juga sempat menyinggung peran Asia Tenggara dalam mewujudkan percepatan transisi energi. Salah satu langkah agresif dilakukan melalui pengembangan inovasi teknologi rendah karbon dan pendanaan yang besar.
“Menurut laporan IRENA, pada tahun 2050 ASEAN membutuhkan pembiayaan sebesar USD 29,4 triliun termasuk untuk biaya bahan bakar, operasi dan pemeliharaan serta skenario biaya pembiayaan dengan 100 persen energi terbarukan,” ujar Arifin.
Sementara itu, Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera, mengungkapkan peran besar kerja sama internasional dalam menyukseskan transisi energi. Ia menegaskan manfaat transisi energi tersebut harus merata di seluruh negara dan komunitas.
“Kerja sama internasional akan memainkan peran penting dalam memastikan bahwa semua negara memiliki kesempatan untuk mempercepat penyebaran teknologi dan mengamankan investasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan mereka. Keanggotaan IRENA menawarkan platform unik untuk mendorong agenda energi global di COP28 dan seterusnya,” kata Francesco.
Pertemuan IRENA kali ini dipimpin oleh Direktur Jenderal IRENA Francesco La Camera bersama Menteri Power and New and Renewable Energy India sebagai President of the 13th Assembly dengan tema ‘World Energy Transitions – The Global Stocktake’. Acara itu dihadiri oleh perwakilan negara-negara anggota IRENA serta organisasi mitra kerja sama di bidang pembangunan. Pada pertemuan ini, Indonesia menjadi Vice President of the Assembly bersama dengan Zimbabwe, Belgium, dan Uruguay.
Pada pembukaan the 13th Session of the Assembly of the International Renewable Energy Agency (IRENA), para pemimpin energi, sektor swasta, dan organisasi internasional memberikan wawasan tentang tindakan prioritas yang diperlukan selama beberapa tahun ke depan, mengingat lini masa di tahun 2030 untuk mengurangi separuh emisi dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Diskusi menyimpulkan bahwa:
a. Dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan iklim dan pembangunan dan bahkan mengalami kemunduran dalam beberapa kasus.
b. Tindakan tidak dapat ditunda dan harus diambil dengan solusi yang sudah tersedia.
c. Meskipun setiap negara berbeda, masing-masing harus menemukan cara untuk menyeimbangkan prioritas nasional dengan tujuan jangka pendek dan jangka panjang untuk mempercepat tindakan yang didorong oleh global.
d. Global Stocktake adalah proses yang penting. Yang tak kalah penting adalah menemukan kesepakatan bersama tentang prioritas global setelah COP28 di Dubai.
e. IRENA tetap menjadi platform transisi energi global untuk mendorong aksi dengan kecepatan yang lebih cepat.