Seputarenergi.com- Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu mengungkapkan pada tahun 2023 ini akan dilaksanakan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dalam tahap mandatory.
Jisman menjelaskan, untuk tahun ini Kementerian ESDM telah menetapkan nilai Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) kepada 99 unit PLTU Batubara dari 42 perusahaan yang akan menjadi peserta perdagangan karbon dengan total kapasitas terpasang 33.569 MW.
“Ini cukup besar, sudah hampir sama dengan Jawa Madura Bali (Jamali) kapasitasnya,” ujarnya dalam sambutannya di Gedung Kementerian ESDM, Rabu 22 Februari.
Perdagangan karbon ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada unit pembangkit PLTU batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.
Jisman merinci, dari 99 unit PLTU yang bergabung, 55 unit PLTU dari PLN Grup dan 44 unit PLTU dari IPP dengan 85 unit dari non mulut tambang dan 14 unit dari mulut tambang.
“Di luar dari 99 unit tersebut akan juga terdapat peserta yang berpartisipasi pada perdagangan karbon melalui mekanisme offset yaitu pelaku usaha pembangkit EBT dan pelaku usaha yang melakukan aksi mitigasi di sektor energi,” lanjut Jisman.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan dapat menekan 500.000 ton emisi karbon dioksida (CO2) lewat skema perdagangan karbon tahun ini.
Pelaksanaan perdagangan karbon pada sub sektor tenaga listrik akan dilaksanakan pada 3 fase yaitu fase 1 pada 2023 sampai 2024, Fase 2 pada 2025 sampai 2027 dan Fase 3 pada 2027 sampai 2030.
Sedangkan fase setelah 2030 akan dilaksanakan sesuai dengan target pengendalian emisi di gas rumah kaca sektor energi. Sebagai realisasi Fase I, perdagangan karbon pada 2023 ini akan dilaksanakan pada unit pembangkit PLTU batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW dan pada 2024 akan berlaku juga pada PLTU batu bara dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 25 MW.
Lebih lanjut Jisman menjelaskan, perdagangan karbon dilaksanakan melalui perdagangan langsung dan bursa.
“Saat in pemerintah sedang menyiapkan infrastruktur bursa karbon pada Bursa Efek Indonesia (BEI),” pungkas Jisman.