Pendekatan Masyarakat Menuju Era Energi Bersih: Pemerataan Pembangunan Melalui Transisi Energi

0
501

Seputarenergi.com- Transisi dari energi fosil ke energi bersih merupakan sebuah perubahan yang krusial bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan di bidang energi. Masa transisi ini tidak hanya menjadi momen penting dalam mengurangi emisi karbon dan mencapai target net zero emission (NZE) pada tahun 2060, tetapi juga menjadi peluang untuk mendorong pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Pada tahun 2022, Indonesia telah mencapai tingkat bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 12,3 persen dari target yang ditetapkan sebesar 15,7 persen. Meskipun angka ini belum sepenuhnya memenuhi target, namun pemerintah telah mengakui pentingnya mengarahkan transisi energi ini secara inklusif, melibatkan partisipasi masyarakat dalam merumuskan kebijakan pembangunan energi yang lebih berkelanjutan.

Menurut Direktur Eksekutif The Habibie Center, Mohammad Hasan Ansori, masa transisi energi adalah kesempatan strategis untuk mendesain ekosistem energi baru dan terbarukan secara bottom-up, yaitu melibatkan partisipasi masyarakat dari bawah ke atas. Konsep pembangunan ini menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai fokus utama, sehingga masyarakat dapat memperoleh manfaat dari energi yang murah dan terjangkau. Konsep ini juga mencerminkan desentralisasi atau demokrasi energi, yang tidak lagi berpusat pada satu entitas, tetapi melibatkan banyak pihak secara adil.

Ansori menekankan bahwa energi bukan hanya sebagai komoditas yang menguntungkan sektor swasta atau pengusaha, tetapi juga harus dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal ini menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan harus digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2023 mencapai 5,03 persen, didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tinggi dan pertumbuhan ekspor sebesar 11,68 persen. Pertumbuhan ekspor yang signifikan ini terutama didorong oleh permintaan global terhadap komoditas nonmigas seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati, besi baja, dan nikel. Namun, dalam pencapaian ini, terdapat kesenjangan antara kelas menengah ke bawah dan kelas menengah atas, yang perlu diselesaikan agar pemerataan pembangunan dapat terwujud.

Ansori menggarisbawahi bahwa kebijakan transisi energi harus dilaksanakan secara inklusif dan transparan. Inklusifitas berarti melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam proses pengembangan energ

i baru dan terbarukan. Sementara itu, transparansi membutuhkan kejelasan mengenai arah tujuan, pendanaan, dan manfaat yang ditujukan kepada siapa.

Salah satu pendekatan yang diterapkan dalam kebijakan energi ini adalah dengan melibatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan, bukan hanya sebagai objek. Ansori menjelaskan bahwa pemerintah telah mulai menerapkan kebijakan ini dengan melakukan analisis lingkungan, analisis sosial, dan memperhatikan dampak terhadap masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan semangat transisi berkeadilan dan mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, penting untuk memastikan bahwa gap antara kelas masyarakat tidak semakin membesar. Transisi energi yang berhasil secara ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas bawah, tanpa menjadikan energi sebagai sarana untuk memperkaya kelompok tertentu.

Melalui transisi energi yang terarah, inklusif, dan transparan, Indonesia dapat mendekatkan diri menuju era energi bersih yang berkelanjutan. Dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan memprioritaskan pemerataan pembangunan, transisi energi ini dapat menjadi momentum untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here