Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan kekhawatirannya bahwa Shell, perusahaan energi asal Inggris, berpotensi mengganggu ketahanan energi nasional Indonesia. Hal ini terkait dengan proses pelepasan hak partisipasi (participating interest/PI) sebesar 35% di Blok Masela yang masih berbelit-belit.
Arifin meminta agar Shell serius dalam proses pelepasan hak partisipasi sebesar 35% tersebut. Ia menekankan bahwa sikap perusahaan tersebut dapat mengganggu transisi energi dan ketahanan energi di Indonesia yang merupakan hal yang sangat penting. Proses pelepasan hak partisipasi ini telah mengalami penundaan selama beberapa tahun, padahal seharusnya sudah beroperasi pada tahun 2027. Pemerintah telah memberikan kesempatan kepada Shell, namun hal ini membuat proyek tersebut tertunda.
Menteri Arifin juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Shell yang terlihat kurang serius dalam proses pelepasan hak partisipasi. Ia mendesak Shell agar tidak menyandera pengembangan proyek Blok Masela. Meskipun pemerintah memberikan kesempatan kepada Shell untuk melakukan divestasi, namun proyek Blok Masela tidak boleh dijadikan sandera oleh perusahaan tersebut.
Hingga saat ini, proses pelepasan hak partisipasi Shell sebesar 35% kepada PT Pertamina (Persero) masih berjalan dengan kendala. Shell telah menetapkan harga yang cukup tinggi untuk pengalihan hak partisipasi tersebut kepada perusahaan migas milik negara tersebut.
Shell mematok harga pengalihan hak partisipasi sebesar 35% di Blok Masela ke Pertamina sebesar US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 20,95 triliun. Padahal, Shell sebelumnya mendapatkan hak partisipasi sebesar 35% di Blok Masela dengan harga US$ 700 juta atau sekitar Rp 10,4 triliun.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, juga menyatakan bahwa harga yang ditawarkan oleh Shell seharusnya menjadi maksimal. Menurutnya, Shell tidak akan mengalami kerugian besar dengan penawaran harga tersebut, mengingat perusahaan ini telah mengeluarkan biaya dalam memperoleh hak partisipasi sebesar 35%.
Situasi ini menunjukkan adanya ketegangan antara pemerintah Indonesia dan Shell terkait proses pelepasan hak partisipasi di Blok Masela. Ketahanan energi nasional menjadi perhatian utama dalam transisi energi yang sedang berlangsung, dan kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan.