Ternyata ini yang Memersulit Penerapan Energi Baru Terbarukan di Indonesia

0
447

Seputarenergi – Guru Besar Teknik Elektro Universitas Udayana Bali, Ida Ayu Dwi Giriantari, menyoroti Revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26 tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang dinilai akan mempersulit masyarakat dan industri dalam beralih ke energi baru terbarukan (EBT). Dalam permen tersebut, sistem kuota diterapkan untuk mengatur pemasangan PLTS Atap. Ida Ayu mengungkapkan kekhawatirannya bahwa hal ini akan berdampak negatif pada upaya pemerintah mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025.

“Saya khawatir poin-poin dalam permen tersebut pasti akan mempersulit,” ujar Ida Ayu dalam keterangan tertulis pada Selasa, 25 Juli 2023.

Pemerintah menargetkan penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, dengan PLTS Atap menjadi salah satu cara untuk mencapainya. Revisi permen tersebut tidak membatasi kapasitas terpasang PLTS Atap bagi rumah tangga maupun industri, namun menerapkan sistem kuota.

Ida Ayu mendesak pemerintah untuk memberlakukan kuota dengan cara yang terbuka agar masyarakat dan industri mengetahui dengan jelas kuota yang tersedia. Dia menyarankan agar skema kuota diatur per provinsi berdasarkan kapasitas atau kemampuan sistem di daerah masing-masing. Hal ini penting untuk menghindari ketidakterbukaan informasi dan memudahkan masyarakat dalam memasang PLTS Atap.

“Jangan sampai masyarakat sebelum memasang PLTS Atap harus tahu informasi apakah di tempatnya itu diperbolehkan atau tidak. Jangan sampai urusannya menjadi ribet dan tidak jelas,” ungkap Ida Ayu.

Selain itu, Ida Ayu juga mengkritik pembatasan waktu pengajuan izin PLTS Atap yang hanya bisa dilakukan pada Januari dan Juli setiap tahun. Menurutnya, pembatasan waktu ini akan mempersulit masyarakat dan industri dalam merencanakan pemasangan PLTS Atap. Seiring waktu, semangat masyarakat dan industri untuk beralih ke energi bersih dapat mengendur.

“Revisi permen ini seolah berlawanan dengan misi pemerintah dalam percepatan pencapaian target bauran EBT. Permen ini tidak mendukung percepatan tersebut,” tegas Ida Ayu.

Sebelumnya, Kementerian ESDM menjelaskan bahwa sistem kuota diterapkan agar sesuai dengan kemampuan sistem transmisi PLN dalam menampung listrik dari sumber energi terbarukan yang bersifat intermiten. Meskipun begitu, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menilai usulan revisi permen ini berpotensi mengurangi minat pasar residensial dan industri karena peniadaan ekspor listrik ke PLN dapat menurunkan pengurangan tagihan listrik dan memperpanjang masa balik modal pembelian sistem PLTS Atap.

AESI berharap bahwa aturan yang diberlakukan harus menjaga hak konsumen dalam menggunakan energi terbarukan, khususnya PLTS Atap, dan menciptakan keseimbangan dengan kepentingan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTLS), khususnya PLN. Ketua Umum AESI, Fabby Tumiwa, meminta pemerintah untuk memberikan instruksi kepada PLN untuk memberlakukan relaksasi dalam pengajuan perizinan PLTS Atap.

Revisi Permen ESDM ini menghadirkan perdebatan mengenai implementasi energi terbarukan di Indonesia. Dalam upaya mencapai target bauran energi terbarukan pada 2025, perlu dilakukan pertimbangan yang matang dan keterbukaan informasi agar masyarakat dan industri dapat dengan mudah beralih ke energi bersih tanpa kendala berarti.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here