Seputarenergi – Jepang tetap melanjutkan rencana kontroversialnya untuk membuang air limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima ke Samudra Pasifik, meskipun mendapat protes dari berbagai pihak. Operator pabrik Tokyo Electric Power (Tepco) telah mengumumkan bahwa proses pembuangan ini akan dimulai pada hari Kamis (24/8) sekitar pukul 13.00 waktu setempat.
Pembuangan limbah ini direncanakan akan dilakukan dengan hati-hati, dimulai dengan volume kecil. Debet pertama limbah yang akan dibuang sebesar 7.800 meter kubik, setara dengan tiga kolam renang air Olimpiade. Proses ini diestimasi akan berlangsung selama sekitar 17 hari.
Meskipun menuai kontroversi, Tokyo Electric Power (Tepco) telah mengklaim bahwa air limbah Fukushima yang akan dibuang ini telah melalui proses pengujian dan penyaringan yang ketat. Berdasarkan hasil uji Tepco yang dirilis pekan lalu, air limbah tersebut mengandung sekitar 63 becquerel tritium per liter, angka yang di bawah batas tritium yang dianggap aman oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk air minum.
Meski demikian, langkah ini mendapat kritik tajam dari beberapa negara. China menyebut tindakan ini sebagai “egois dan tidak bertanggung jawab” karena dianggap mengorbankan kesejahteraan umum demi kepentingan sendiri. Korea Selatan juga turut menyuarakan protes meskipun secara resmi menyatakan tidak menemukan masalah ilmiah atau teknis dalam rencana pembuangan ini.
Di dalam negeri, rencana pembuangan limbah ini juga menuai penolakan dari kelompok nelayan di Jepang yang khawatir akan merusak reputasi dan perdagangan mereka, terutama dengan pembatasan ekspor ke pasar utama seperti Beijing.
Pada tingkat internasional, Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA), lembaga pengawas nuklir PBB, telah memberikan persetujuan terhadap rencana ini. Menurut IAEA, dampak tritium pada lingkungan dan manusia “dapat diabaikan” karena telah memenuhi standar aman internasional.
Isu pembuangan limbah ini muncul setelah terjadinya bencana nuklir Fukushima pada Maret 2011, ketika gempa dan tsunami mengakibatkan kerusakan parah pada tiga reaktor nuklir. Air yang akan dibuang adalah air yang digunakan untuk mendinginkan reaktor yang masih mengandung bahan radioaktif. Meski Jepang berulang kali menegaskan bahwa air ini telah melalui proses penyaringan, kontroversi dan kekhawatiran terkait dampak lingkungan tetap mewarnai rencana pembuangan ini.