Pakar Hukum Lingkungan Dorong Indonesia Punya Payung Hukum Khusus untuk Energi Terbarukan

0
343

Seputarenergi – Sebagai bagian dari upaya Indonesia untuk beralih ke energi terbarukan, para ahli hukum lingkungan menekankan perlunya payung hukum khusus yang fokus pada energi terbarukan. Mereka berpendapat bahwa penggabungan peraturan tentang energi terbarukan dengan energi baru justru dapat menjadi hambatan.

Pakar hukum lingkungan dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Yulinda Adharani, menyatakan bahwa di dunia internasional, tidak ada terminologi atau istilah untuk “energi baru” atau “new energy.” Oleh karena itu, penggabungan peraturan antara energi baru dan energi terbarukan tidak selaras dengan ambisi Indonesia untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dalam bauran energi nasional.

“Energi baru adalah energi yang dihasilkan dari teknologi baru, baik yang berasal dari sumber terbarukan maupun tidak terbarukan, contohnya hidrogen dan nuklir. Sedangkan energi terbarukan berasal dari sumber daya energi yang berkelanjutan seperti panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, dan aliran air,” jelas Yulinda.

Yulinda memberikan beberapa rekomendasi terkait energi terbarukan. Pertama, ada kebutuhan untuk mendirikan lembaga atau badan khusus yang akan mengelola energi terbarukan untuk memastikan transisi energi berjalan dengan baik. Kedua, jika fokusnya adalah transisi energi, maka regulasi terkait energi baru sebaiknya dimasukkan dalam perubahan undang-undang sektoral yang relevan. Ketiga, perlu diperkuat peran pemerintah daerah dan partisipasi publik dalam pengelolaan energi terbarukan. Terakhir, harus tetap memperhatikan dampak lingkungan dan mengutamakan teknologi yang ramah lingkungan.

Selain itu, pengamat hukum lingkungan, Fajri Fadhillah, lulusan Universitas Indonesia, mengingatkan bahwa RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) harus mempertimbangkan nilai keekonomian dari energi baru, termasuk manfaat kesehatan.

“Sementara kita tahu, penggunaan energi baru yang bersumber dari bahan bakar fosil justru berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang, melalui penurunan kualitas udara,” jelas Fajri.

Fajri juga berpendapat bahwa pemerintah dan DPR seharusnya hanya mengatur energi terbarukan yang sumber energinya berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sementara ketentuan terkait energi baru yang sumbernya dapat berasal dari bahan bakar fosil tidak perlu dimasukkan dalam rancangan regulasi.

Diskusi mengenai regulasi energi terbarukan dan energi baru ini menjadi semakin penting seiring dengan upaya Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mendorong transisi ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here