Seputarenergi – Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, kini mengarahkan perhatiannya pada sumber daya alam yang lebih hijau. Potensi bioenergi di Indonesia diproyeksikan dapat menghasilkan listrik sebesar 56,97 Giga Watt (GW), membuka jalan bagi peralihan energi yang lebih berkelanjutan.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Strategi Percepatan Penerapan Energi Transisi dan Pengembangan Infrastruktur Energi, Ego Syahrial, menjelaskan bahwa bioenergi memiliki potensi besar sebagai sumber energi masa depan. Bioenergi, yang dapat dihasilkan dari berbagai bahan biomassa, seperti serbuk gergaji, serpihan kayu, dan limbah sawit, memiliki aplikasi yang luas, termasuk dalam transportasi, ketenagalistrikan, industri, dan rumah tangga.
“Indonesia mempunyai potensi bioenergi sumber biomassa yang sangat besar yaitu setara dengan 56,97 GW listrik dan tahun 2060, Indonesia akan membangun lebih dari 700 GW pembangkit energi terbarukan, di mana 60 GW berasal dari pembangkit listrik bioenergy,” kata Ego, dikutip dari keterangan resmi Kementerian ESDM.
Penggunaan bioenergi, terutama dalam bentuk biomassa, memiliki potensi besar untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah yang belum terjangkau oleh jaringan listrik. Selain itu, ini juga akan membantu meningkatkan ketahanan energi nasional.
Ego juga mencatat bahwa selain digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik bioenergi, biomassa akan dioptimalkan melalui program cofiring, di mana biomassa dicampurkan dengan bahan bakar fosil pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sudah ada. Program cofiring ini telah dimulai sejak tahun 2020 dengan berbagai tingkat pencampuran tergantung pada jenis boiler dan ketersediaan bahan baku.
“Biomass-cofiring akan diterapkan pada 113 unit PLTU milik PLN di 52 lokasi dengan total kapasitas 18.664 MW, menggunakan berbagai sumber biomassa seperti serbuk gergaji, serpihan kayu, limbah sawit dengan tingkat pencampuran 5-15%,” jelas Ego.
Tujuan utama dari penggunaan biomassa dalam PLTU yang sudah ada adalah untuk meningkatkan efisiensi penyediaan tenaga listrik, meningkatkan porsi energi terbarukan dalam energi nasional, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mengurangi dampak lingkungan dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
“Tahun 2023, cofiring akan diaplikasikan di 42 lokasi. Proyek ini dapat menghasilkan 2.740 GWh energi ramah lingkungan dan mengonsumsi 2,2 juta ton biomassa,” paparnya.
Hingga pertengahan tahun 2023, penggunaan biomassa dalam program cofiring telah diterapkan di 36 lokasi dan berhasil menghasilkan 325 GWh energi hijau, yang pada gilirannya mengurangi emisi sekitar 321 kiloton CO2. Total biomassa yang telah digunakan dalam pembangkit listrik mencapai 306 ribu ton.
Untuk mendukung pengembangan program cofiring ini, Kementerian ESDM saat ini sedang menyelesaikan peraturan menteri tentang penerapan cofiring pada PLTU yang sudah ada. Ini adalah langkah penting dalam menggerakkan transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan di Indonesia.