Seputarenergi – Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero), Suroso Isnandar, menyatakan bahwa perusahaannya menerapkan pendekatan “coal face down” dalam pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
“Pendekatan ‘coal face down’ dipilih karena ekonomi kita masih tumbuh ditopang oleh energi listrik yang sebagian besar masih dari PLTU batu bara,” kata Suroso di Jakarta, Rabu, dalam konferensi pers Hari Listrik Nasional ke-78 Enlit Asia 2023 yang bertajuk “Strengthening Asean Readiness In Energy Transition” di Hotel Mulia Senayan.
Pendekatan “coal face down” ini berarti bahwa PLTU yang ada tidak dioperasikan, namun pemerintah tidak membongkarnya. Suroso mencontohkan bahwa pendekatan ini sudah mulai diterapkan di PLTU Suralaya, Cilegon, Banten, yang dioperasikan oleh PT Indonesia Power. PLTU Suralaya pada unit 1, 2, 3, dan 4, masing-masing berkapasitas 400 MW atau total 1.600 MW, dipastikan telah memasuki masa pensiun tahun ini. Namun, pemerintah masih belum membongkar bangunan PLTU tersebut karena dikhawatirkan sewaktu-waktu akan masih difungsikan untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayahnya.
Suroso juga menyatakan bahwa PLN menargetkan 52 unit PLTU batu bara akan pensiun dini hingga tahun 2030. Pensiun dini PLTU batu bara merupakan bagian dari upaya mencapai target net zero emisi pada tahun 2060, mengingat pembakaran energi fosil menghasilkan pembuangan gas rumah kaca yang besar.
Sebagai pengganti PLTU, PLN telah mencanangkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2023-2030. RUPTL PT PLN menargetkan bauran EBT dari pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, hingga biomassa mencapai 31 persen pada tahun 2030.