Seputarenergi – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia menyatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menyetop pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel baru, seiring menipisnya cadangan bijih nikel di negara tersebut. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa diskusi tengah berlangsung dengan Menteri Perindustrian untuk membahas pembatasan smelter nikel kelas dua.
“Nanti kita lihat, komunikasi dengan Perindustrian,” ujar Arifin di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, pada Kamis (26/10/2023).
Arifin juga berharap agar program hilirisasi nikel tidak hanya berhenti pada barang setengah jadi, melainkan produk hilirisasi yang mengarah pada industrialisasi.
“Pokoknya semua yang produk-produk yang sampai di situ ya kita arahkan supaya ke depannya diterusin sampai hilirnya,” katanya.
Staf Khusus Menteri ESDM bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, menjelaskan bahwa saat ini terdapat 116 smelter nikel di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 44 smelter memproses nikel kadar tinggi melalui proses pirometalurgi, dan 3 smelter memproses nikel kadar rendah melalui proses hidrometalurgi. Sementara itu, masih ada 25 smelter nikel dalam tahap konstruksi untuk proses pirometalurgi, dan 6 smelter untuk proses hidrometalurgi.
Irwandy menyatakan bahwa total cadangan nikel jenis saprolite dan limonite di Indonesia kira-kira tersisa 5,2 miliar ton. Dengan konsumsi saat ini yang mencapai sekitar 210 juta ton saprolite dan 23,5 juta ton limonite per tahun, cadangan nikel di Indonesia diperkirakan hanya akan bertahan selama 6-11 tahun lagi.