Seputarenergi – Sebanyak 156 proyek pembangkit hidro, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMh), dan pump storage, telah dimasukkan dalam daftar prioritas pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP). Dalam draft Dokumen Investasi dan Kebijakan Komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan – CIPP), total kapasitas dari 156 proyek tersebut mencapai 12,881.5 Megawatt (MW) atau setara 12,8 GW.
Estimasi investasi yang dibutuhkan untuk ratusan proyek ini mencapai US$ 22,30 miliar, dengan rincian pembangkit hidro senilai US$ 10,48 miliar, US$ 9,59 miliar, dan pump storage senilai US$ 2,23 miliar.
Ketua Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA), Zulfan Zahar, menjelaskan bahwa hampir semua proyek yang tercantum dalam draft CIPP JETP merupakan proyek eksisting milik PLN atau tambahan data dari asosiasi. Ia berharap pendanaan JETP dapat diberikan langsung melalui tender kuota yang dilakukan oleh PLN kepada pengusaha listrik swasta (IPP). Jika salah satu dari banyak proyek yang diajukan berhasil menjadi pemenang, maka proyek tersebut dapat diprioritaskan untuk mendapatkan pembiayaan dari JETP.
Zulfan juga mencatat bahwa instrumen pendanaan JETP yang akan digunakan oleh proyek pembangkit hidro akan disesuaikan dengan kesiapan masing-masing IPP. Tidak semua IPP memiliki ekuitas yang cukup baik atau jaminan kolateral yang cukup selain dari proyek itu sendiri. Namun, Zulfan tetap optimistis dan berharap dana JETP dapat benar-benar tersedia untuk mempercepat proyek pembangkit listrik tenaga hidro di Indonesia.
Sementara proyek PLTA terus berkembang, APPLTA juga memberikan catatan terkait beberapa hal. Mereka menantikan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang Transisi Energi dan revisi terbaru Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terkait transisi energi. Selain itu, mereka berharap bahwa kajian kelayakan proyek yang dilakukan oleh PLN sebagai dasar untuk tender benar-benar menguntungkan kedua belah pihak, termasuk perusahaan swasta yang harus merasa bahwa tender tersebut adil.
Zulfan juga menyoroti beberapa masalah yang perlu diperhatikan, seperti masalah tarif, mekanisme pembelian kelebihan energi, dan clusterisasi. Terkait clusterisasi, ia menyarankan agar PLN membuka tender khusus di lokasi di mana kebutuhan listrik tinggi. Hal ini untuk mendorong kompetisi yang lebih sehat dan lebih sesuai dengan kebutuhan setempat, daripada membuka tender di seluruh wilayah yang bisa mengganggu kompetisi yang sehat.
“Ini adalah pintu pertamanya, kalau ini tidak disentuh dan diperbaiki cita-cita JETP dan RUPTL menambah 26 GW pembangkit energi terbarukan akan menjadi cita-cita yang sulit diwujudkan,” tandas Zulfan.