Seputarenergi – Dalam menilai kinerja anggota DPR RI periode 2019-2024, Greenpeace Indonesia menyatakan ketidaksetujuannya dan menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kriteria untuk menilai performa lembaga legislatif tersebut. Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menjelaskan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba) dan Cipta Kerja membuat pihaknya merasa sulit memberikan penilaian positif terhadap kinerja DPR.
Iqbal menyatakan, “Jadi dari dua ini saya bisa bilang minus mereka untuk melindungi perlindungan terhadap lingkungan hidup.” Pernyataan ini disampaikan dalam acara Re-Launching Rekam Jejak di Jakarta Pusat pada Minggu (26/11/2023).
Lebih lanjut, Iqbal menyoroti fakta bahwa RUU mengenai masyarakat adat, yang sudah lama diusulkan, belum juga diselesaikan hingga akhir tahun 2023. Padahal, aturan tersebut dianggap krusial dalam mengakui dan melindungi keanekaragaman hayati masyarakat adat. Ia juga mengecam pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang, menurutnya, memberi ampun kepada perkebunan kelapa sawit ilegal oleh perusahaan besar di dalam kawasan hutan.
“DPR tahun ini atau periode ini malah menggolkan Undang-Undang Cipta Kerja yang memaafkan perkebunan-perkebunan kelapa sawit ilegal oleh perusahaan-perusahaan besar di dalam kawasan hutan,” jelas Iqbal.
Iqbal menilai bahwa pengesahan kedua undang-undang tersebut tidak mendapat perhatian yang layak dari masyarakat sehingga DPR dapat mengesahkan peraturan-peraturan tersebut tanpa mendapat resistensi. Kedua undang-undang tersebut, menurutnya, memberikan kemudahan bagi industri-industri ekstraktif dalam menjalankan usahanya.
“Minus juga mereka (DPR RI) untuk memberikan semangat baru kepada masyarakat adat yang selama ini melindungi hutan-hutan mereka,” ungkap Iqbal, menunjukkan ketidakpuasan Greenpeace terhadap kinerja DPR terkait perlindungan lingkungan dan hak masyarakat adat.