Imbas Aturan TKDN, Pendanaan 9 Proyek EBT PLN Senilai Rp 51 Triliun Terhambat

0
434

Seputarenergi – PT PLN mengalami kendala dalam mendapatkan pendanaan dari luar negeri untuk 9 proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) senilai Rp 51 triliun. Kendala tersebut muncul akibat aturan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang mempengaruhi eksekusi proyek pembangkit EBT di dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

“Khususnya kami sekarang mendapatkan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB), World Bank, Japan International Cooperation Agency (JICA) yang stuck karena TKDN tidak masuk dalam procurement mereka,” ujar Zainal Arifin, Executive Vice President of Renewable Energy PT PLN.

Zainal menjelaskan bahwa ada 9 proyek senilai Rp 51 triliun yang terhambat pendanaannya karena tidak memenuhi syarat dalam pengadaan lembaga keuangan internasional, seperti ADB, World Bank, dan JICA.

Aturan TKDN, yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 54 Tahun 2012 dan diubah menjadi Permen Perindustrian No 4 Tahun 2017, menjadi penghalang utama. Setiap proyek pembangkit listrik memiliki syarat TKDN tersendiri.

“Kami mau lelang PLTA Cisokan, PLTA Matenggeng, hingga PLTP Hulu Lais karena aturan local content tidak bisa diterima dalam procurement ADB, World Bank, maupun JICA,” tambah Zainal.

Dalam konteks World Bank, TKDN menjadi hambatan karena konsensus anggota World Bank tidak dapat memberikan referensi local content karena sumber pendanaan berasal dari banyak negara.

Untuk mengatasi kendala ini, Zainal berharap agar ada revisi aturan TKDN khusus untuk proyek-proyek yang mendapatkan pendanaan dari luar negeri.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, juga mengusulkan perubahan kebijakan TKDN yang lebih fleksibel dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Arifin menekankan perlunya pertimbangan terhadap ketersediaan produk dalam negeri, harga energi baru yang tetap kompetitif, dan fleksibilitas sesuai sumber pendanaan EBET.

“Pertimbangan itu meliputi ketersediaan atau kemampuan dalam negeri, harga energi baru/energi terbarukan yang tetap kompetitif, dan pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan EBET,” ujar Arifin.

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi, menyatakan pemahamannya terhadap kebutuhan pembiayaan yang besar untuk proyek EBT demi menjaga ketahanan energi nasional. Namun, implementasinya harus tetap sesuai dengan regulasi TKDN. Sebagai solusi, dia menyebut adanya usulan revisi aturan yang mengatur TKDN agar dapat memperbolehkan penggunaan peraturan lain sesuai perjanjian pinjaman atau hibah.

“Dalam prinsip secara umum pendanaan internasional juga harus memperhatikan dan mengakomodir kepentingan dalam negeri dan kepentingan nasional,” tandasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here