Seputarenergi – Sasaran produksi lifting migas Indonesia untuk tahun 2023 kembali gagal tercapai, menambah catatan buruk dalam beberapa tahun terakhir. Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Tutuka Ariadji, menyoroti dua faktor utama yang menyebabkan ketidakcapaian target tersebut. Pertama, banyak lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia yang sudah tua, dan jumlah cadangannya mulai menurun. Kedua, fasilitas yang ada di lapangan tersebut juga sudah usang, memerlukan penggantian.
“Lapangan-lapangan minyak dan gas bumi Indonesia sudah banyak yang tua. Jumlah cadangannya mulai menurun… Fasilitas yang ada di lapangan juga sudah tua, sehingga perlu diganti dulu.” – Tutuka Ariadji
Contohnya, di wilayah kerja Offshore Southeast Sumatra (OSES), sudah dilakukan penggantian pipa sebagai salah satu langkah dalam memperbaharui fasilitas. Penggantian serupa juga akan dilakukan di wilayah kerja Offshore North West Java.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat bahwa realisasi lifting migas pada tahun 2023 lebih rendah dibandingkan tahun 2022. Realisasi lifting minyak mencapai 607,5 ribu barel per hari (bph), di bawah asumsi APBN 2023 yang sebesar 660 ribu bph. Sementara lifting gas mencapai 964 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD), di bawah asumsi sebesar 1,1 juta BOEPD.
“Lifting migas merupakan volume produksi minyak dan gas bumi yang siap untuk dijual.” – Sri Mulyani
Rencana pemerintah untuk tahun 2024 menargetkan lifting minyak sebesar 625 ribu barel per hari dan lifting gas sebesar 1,03 juta barel setara minyak per hari.
Menariknya, penurunan kinerja lifting migas bukan kali pertama terjadi. Dalam sepuluh tahun terakhir, hanya pada tahun 2016 dan 2020 target tercapai. Hal ini menjadi sorotan serius mengingat cita-cita pemerintah yang menargetkan produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari dan gas 12 miliar kaki kubik per hari pada tahun 2030.
“Target satu juta bph cukup atau sangat-sangat menantang dan berat.” – Nanang Abdul Manaf, Wakil Kepala SKK Migas
Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf, mengakui bahwa sebagian besar lapangan migas di Indonesia sudah mature, sehingga mencapai target tersebut menjadi tantangan berat. Pemerintah tetap berupaya meningkatkan recovery factor dan memaksimalkan produksi melalui metode enhanced oil recovery (EOR), kimiawi, injeksi karbondioksida (CO2), dan steam flood.
“Kita paling tidak harus mendekati angka tersebut, kalau enggak devisa hanya buat impor.” – Nanang Abdul Manaf
Meskipun demikian, pemerintah tidak berhenti di situ. Selain upaya peningkatan produksi, eksplorasi di beberapa blok, seperti sumur Geng North di Kalimantan hingga Blok Andaman, juga menjadi bagian dari strategi untuk memenuhi target lifting migas di masa depan.