Seputarenergi – Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon dan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) untuk mencapai target 32 persen pada 2030. Komoditas nikel, dengan cadangan terbesar di dunia terletak di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara, menjadi kunci dalam mendukung transisi energi ini.
“Wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Maluku Utara khususnya, menjadi tempat cadangan terbesar nikel di dunia yaitu 52 persen atau sekitar 72 juta ton nikel,” kata peneliti The Prakarsa Lembaga Penelitian dan Advokasi Kebijakan, Ricko Nurmansyah.
Dengan pertumbuhan produksi kendaraan listrik di dunia, nikel dapat memajukan ekonomi Indonesia sebagai produsen nikel terbesar. Meskipun begitu, Ricko mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia belum mampu memproduksi sendiri bahan baku inti untuk baterai kendaraan listrik, yaitu nikel sulfat.
“Bagaimana posisi nikel di Indonesia? Jadi nikel yang dibutuhkan untuk baterai kendaraan listrik itu nikel sulfat. Ternyata kita belum bisa memproduksi nikel sulfat sampai 2022. Tahun 2023 kabarnya sedang diusahakan,” kata Ricko.
Indonesia masih mengimpor nikel sulfat lebih banyak daripada mengekspornya. Hal ini juga mencakup nikel yang dimanfaatkan untuk kendaraan listrik, yang saat ini masih mencapai hanya sekitar satu persen dari total pemanfaatan nikel.
Ricko menjelaskan, “Ekspor kita sebagian besar adalah ke China, dan sekitar 17.456 ton sebagai bahan dasar pembuatan stainless steel.”
Kendati memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, tantangan produksi nikel sulfat sendiri menyoroti kebutuhan Indonesia untuk terus berinovasi dan meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya alamnya.