Pengembangan EBT Disarankan Manfaatkan Bonus Demografi

0
439

Seputarenergi.com- Ketua Dewan Pengawas Purnomo Yusgiantoro Center (PYC)  Inka B. Yusgiantoro menyatakan,  transisi energi sebagai  salah satu strategi bersama,  dari energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) wajib memanfaatkan bonus demografi Indonesia, yang berlangsung pada 15-20 tahun mendatang.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk usia produktif atau angkatan kerja saat ini mencapai  140 juta jiwa dari total 270,20 juta jiwa penduduk Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2030, jumlah itu akan meningkat pesat.

“Saya kira, arah transisi energi yang menjadi salah satu strategi kita bersama, yaitu dari energi fosil ke arah energi terbarukan. Ini  menjadi tugas  cukup berat bagi negara dan kita semua. Bukan hanya menyediakan infrastruktur saja, tetapi juga sumber daya manusia. Sebab, tidak mungkin menciptakan energi bersih tanpa adanya dukungan SDM,” kata Inka saat menjadi pembicara pada diskusi Ensight (Energy Insight) bertajuk “Green Human Capital : Milenial dan Gen Z untuk Transisi Energi yang Berkeadilan” di Jakarta, Sabtu (15/10/2022).

Diskusi  yang dipandu peneliti PYC,  Michael Suryaprawira menghadirkan pembicara Sekretaris Jenderal Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) I Made Aditya Suryawidya, Manajer Program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (GERILYA)  Kementerian ESDM Khoiria Oktaviani,  dan Business Development PT Sumber Energi Surya Nusantara (SESNA) Anisa Isabella Agustina. Hadir pula, Menteri ESDM Kabinet Indonesia Bersatu sekaligus pendiri PYC, Purnomo Yusgiantoro dan Ketua Umum  PYC, Filda C. Yusgiantoro.

Berdasarkan Peta Jalan Transisi Energi 2021-2030, pemerintah fokus  pada pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan yang mencapai 20,9 gigawatt. Selain  itu,  pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap ditargetkan sebesar 3,6 gigawatt. Pembangunan PLTS akan masif dilakukan pada tahun 2031-2050 dengan  total 279,2 gigawatt.

Inka mengatakan, saat ini ada tiga target utama yang dibidik Indonesia. Pertama,  terkait nationally determined contribution,  yaitu   komitmen  Indonesia terhadap Persetujuan Paris pada tahun 2015. Perjanjian Paris yang didukung 195 negara, merupakan  kesepakatan global  monumental untuk menghadapi perubahan iklim. Komitmen negara-negara dinyatakan melalui Nationally Determined Contribution (NDC) untuk periode 2020-2030, ditambah aksi pra-2020.  

Kedua, terkait Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. “NZE  menjadi komitmen Indonesia  dan banyak negara untuk mencapai level emisi yang sangat rendah,” jelas Inka.

Ketiga adalah terkait pencapaian   Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs)  pada  2030 mendatang. Dijelaskan Inka, terkait clean energy dan climate change yang tertuang dalam SDGs saling terkait  dengan 15 tujuan lainnya.  

Lebih lanjut Inka menyatakan,  selama proses transisi energi dari fosil ke  EBT sebanyak 2,7 juta orang akan kehilangan pekerjaan di Indonesia,  yang  terkenal sebagai negara produsen energi fosil.

“Akan ada banyak lagi orang kehilangan pekerjaan akibat transisi energi ini. Di sisi lain, institusi pendidikan kita lebih familiar dengan energi fosil dari pada energi terbarukan.  Ini perlu menjadi perhatian kita semua,” kata Inka.

Seperti diketahui, PYC adalah organisasi nirlaba yang berfokus pada penelitian independen dan mendalam untuk menghadirkan  solusi kebijakan dan rekomendasi di bidang penelitian energi dan sumber daya alam di tingkat lokal, nasional dan global. PYC juga  fokus pada solusi akan penyelesaian masalah dan tantangan sektor energi dan sumber daya alam yang memiliki dampak signifikan pada pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here