Seputarenergi.com- Kaum milenial dan Gen Z ditantang untuk memulai mengembangkan startup-startup energi bersih dengan memanfaatkan potensi yang ada di Indonesia. Komitmen Indonesia mewujudkan Net Zero Emission pada tahun 2060 harus disertai keragaman sumber energi baru terbarukan (EBT), dukungan pengembangan teknologi, dan pendanaan.
“Hal ini menjadi salah satu advantages dari energi bersih jika dibandingkan dengan energi fosil, dimana skala proyek cukup fleksibel dan memungkinkan untuk memulai bisnis energi dengan modal yang relatif kecil. Kesempatan ini perlu dimaksimalkan,” kata Ketua Dewan Pengawas Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Inka B. Yusgiantoro saat menjadi pembicara pada diskusi Ensight (Energy Insight) bertajuk “Green Human Capital : Milenial dan Gen Z untuk Transisi Energi yang Berkeadilan” di Jakarta, Sabtu (15/10/2022).
Diskusi yang dipandu peneliti PYC, Michael Suryaprawira menghadirkan pembicara Sekretaris Jenderal Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) I Made Aditya Suryawidya, Manajer Program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (GERILYA) Kementerian ESDM Khoiria Oktaviani, dan Business Development PT Sumber Energi Surya Nusantara (SESNA) Anisa Isabella Agustina. Hadir pula, Menteri ESDM Kabinet Indonesia Bersatu sekaligus pendiri PYC, Purnomo Yusgiantoro dan Ketua Umum PYC, Filda C. Yusgiantoro.
Inka menyatakan, penyelesaian berbagai persoalan, mulai dari keekonomian teknologi EBT, tingkat komponen dalam negeri (TKDN), keseimbangan supply-demand, hingga perizinan sebaiknya dilakukan melalui kolaborasi dengan pihak-pihak yang memiliki visi dan misi sama.
“Kolaborasi yang diperlukan tidak lagi dalam bentuk triple helix, tetapi pentahelix, dimana industri, baik BUMN maupun swasta, akademisi, media, pemerintah, dan masyarakat semuanya memiliki perannya dalam mengembangkan energi bersih di Indonesia,” jelas dia.
Disebutkan, dalam pembentukan startup energi bersih, pendidikan juga menjadi kunci utama untuk mendorong green human capital, institusi pendidikan harus selalu update dengan dinamika industri dalam menyiapkan human capital yang sesuai kebutuhan.
“Hal ini tidak bisa dilakukan sendiri, industri juga tidak kalah pentingnya untuk selalu berkoordinasi dengan institusi pendidikan dalam menyiapkan human capital sesuai yang dibutuhkan,” jelas Inka.
Kebutuhan investasi untuk mencapai karbon netral pada 2060 memerlukan biaya besar. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan jika ingin bebas dari emisi karbon pada tahun 2060, secara keseluruh dibutuhkan US$ 1 triliun atau US$ 29 miliar per tahun.