Transisi Energi Butuh Pembaruan Teknologi dan SDM Berdaya Saing

0
517

Seputarenergi.com- Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda C. Yusgiantoro mengatakan,  transisi energi membutuhkan pembaruan teknologi, dana, dan human capital  (sumber daya manusia/SDM) berdaya saing tinggi.

Indonesia memerlukan  pembiayaan sebagai investasi sebesar US$1 triliun untuk menuju  energi baru dan terbarukan (EBT) pada tahun 2060 mendatang. Biaya transisi energi  itu diperkirakan akan  meningkat  seiring diterapkannya pensiun dini untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara.

“Semua sektor  didorong untuk melakukan transisi, tidak terkecuali  industri energi. Selain menyertakan pembaruan teknologi, transisi industri juga tidak lepas dari kesiapan sumber daya manusia  yang ada,” kata Filda pada diskusi Ensight (Energy Insight) bertajuk “Green Human Capital: Milenial dan Gen Z untuk Transisi Energi yang Berkeadilan” di Jakarta, Sabtu (15/10/2022).

Diskusi  yang dipandu peneliti PYC,  Michael Suryaprawira menghadirkan pembicara Sekretaris Jenderal Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) I Made Aditya Suryawidya, Manajer Program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (GERILYA)  Kementerian ESDM Khoiria Oktaviani,  dan Business Development PT Sumber Energi Surya Nusantara (SESNA) Anisa Isabella Agustina. Hadir pula, Menteri ESDM Kabinet Indonesia Bersatu sekaligus pendiri PYC, Purnomo Yusgiantoro dan Ketua Dewan Pengawas PYC, Inka B. Yusgiantoro.

Filda mengatakan,  saat ini transisi energi memprioritaskan sektor lingkungan dan  energi terbarukan  untuk memenuhi konsumsi energi kedepan serta  mewujudkan komitmen Indonesia  mengurangi emisi, baik secara global maupun nasional.

Transisi energi, lanjutnya,  juga membutuhkan keterlibatan kaum milenial dan Gen Z sebagai  human capital  mumpuni. Sebab keberadaan human capital merupakan bagian  dari sebuah sistem organisasi. Kemampuan human capital, lanjutnya,   berperan penting  dalam meningkatkan nilai-nilai usaha dan produktivitas perusahaan yang diperhitungkan dalam agenda transisi energi.

“Untuk itu, kolaborasi dari top-down dan bottom-up sangat dibutuhkan untuk mendukung peningkatan daya saing human capital   melakukan transisi energi,” kata Filda.

Pemerintah telah meluncurkan Transisi Energi G20 untuk menjembatani serta mendorong negara-negara maju dan negara-negara berkembang  mempercepat peralihan energi fosil ke energi bersih.

Program Transisi Energi bersih ini dibuat dalam satu sistem energi global  berkelanjutan sehingga  menjadi daya ungkit untuk memperkuat sistem energi global.

Ada tiga faktor penunjang  transisi energi,  yaitu akses, teknologi, dan pendanaan. Dari ketiga fokus itu, G20 diharapkan dapat mencapai kesepakatan bersama dalam mempercepat transisi energi global, sekaligus memperkuat sistem energi global  berkelanjutan,  tanpa mengesampingkan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan. Data menunjukkan,  negara-negara anggota G20 berkontribusi  sekitar 75% dari permintaan energi global.  

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here