Dominasi Bahan Bakar Fosil Masih Tinggi Meski Pertumbuhan Energi Baru Terbarukan

0
262

Meskipun terjadi pertumbuhan yang signifikan dalam kapasitas energi baru terbarukan (EBT), laporan Statistical Review of World Energy mengungkapkan bahwa dominasi bahan bakar fosil masih belum tergantikan pada tahun 2022. Meskipun sektor energi angin dan matahari mengalami pertumbuhan yang besar, EBT masih belum mampu menggeser dominasi bahan bakar fosil. Meskipun permintaan energi global hanya naik satu persen tahun lalu, sebanyak 82 persen pasokan energi masih dipenuhi oleh pembangkit minyak dan gas.

Juliet Davenport, Presiden Badan Industri Global dari Energy Institute, mengungkapkan bahwa meskipun pertumbuhan energi angin dan matahari semakin kuat di sektor listrik, emisi gas rumah kaca yang terkait dengan energi global secara keseluruhan masih meningkat. Hal ini menandakan bahwa dunia masih belum mencapai arah yang ditetapkan dalam Persetujuan Paris. Bahan bakar fosil masih tetap mendominasi pasokan energi, terlepas dari gejolak yang terjadi di pasar energi pasca invasi Rusia ke Ukraina, yang telah mendorong harga gas dan batu bara ke level rekor tertinggi di Eropa dan Asia.

Meskipun terjadi gejolak, permintaan energi terus meningkat. Permintaan energi primer global tumbuh sekitar 1 persen, yang melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,5 persen, namun tetap sekitar 3 persen di atas tingkat sebelum pandemi virus corona pada tahun 2019. Bahan bakar fosil masih menjadi pilihan utama dalam memenuhi sebagian besar permintaan energi.

Energi baru terbarukan, kecuali tenaga air, menyumbang sekitar 7,5 persen dari konsumsi energi global, meningkat sekitar 1 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, konsumsi minyak naik sebesar 2,9 juta barel per hari menjadi 97,3 juta barel per hari. Namun, tren keseluruhan menunjukkan sedikit penurunan, dengan konsumsi minyak yang turun 0,7 persen dari level sebelum pandemi Covid-19.

Dominasi bahan bakar fosil memiliki dampak yang signifikan bagi perubahan iklim. Ketergantungan yang berkelanjutan pada bahan bakar fosil merupakan ancaman besar terhadap lingkungan. Para ilmuwan telah mengungkapkan bahwa kita perlu mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 43 persen pada tahun 2030 dari tingkat pada tahun 2019 agar dapat memenuhi tujuan internasional dalam Persetujuan Paris untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

Ekstraksi dan konsumsi bahan bakar fosil adalah penyebab utama pemanasan global. Untuk membatasi kenaikan suhu yang disebabkan oleh perubahan iklim, dekarbonisasi harus dilakukan dengan cepat. Namun, sayangnya subsidi untuk minyak dan gas fosil justru meningkat tahun lalu. Pemerintah negara-negara di seluruh dunia menghabiskan lebih dari 900 miliar euro untuk subsidi bahan bakar fosil pada tahun 2022, angka tertinggi yang pernah tercatat dalam statistik tersebut.

Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, perlu adanya aksi yang tegas untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mempercepat transisi menuju energi baru terbarukan. Dukungan pemerintah, inovasi teknologi, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya energi bersih akan menjadi kunci dalam mencapai perubahan yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan planet ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here