Penolakan Aktivis Lingkungan terhadap LNG sebagai Transisi Energi di Bali

0
354

Sejumlah aktivis lingkungan di Bali menyuarakan penolakan mereka terhadap penggunaan Liquid Natural Gas (LNG) sebagai strategi transisi energi menuju energi bersih di Indonesia. Aktivis-aktivis ini berpendapat bahwa LNG masih merupakan sumber energi yang berpotensi mengancam lingkungan, terutama dalam konteks perubahan iklim.

Roberto Hutabarat, salah satu aktivis tersebut, mengungkapkan pandangannya dalam sebuah acara diskusi dan peluncuran buletin bertajuk ‘Don’t Gas’ di Denpasar pada Jumat (7/7/2023). Ia menyatakan kekhawatiran terkait cara pengambilan dan transportasi gas yang digunakan dalam produksi LNG, yang memiliki dampak karbon yang besar. Selain itu, ia juga menyoroti bahaya yang dapat timbul dari perubahan kondisi alam akibat pembangunan infrastruktur untuk instalasi gas serta potensi pencemaran lingkungan akibat kebocoran LNG.

Menurut Roberto, pengembangan energi bersih seharusnya lebih berfokus pada penggunaan teknologi terbarukan, seperti mikrohidro, energi angin, dan energi matahari. Ia menegaskan bahwa pemerintah telah mengusung kebijakan ini dalam waktu yang lama, dan saat ini tinggal merealisasikannya saja.

Di Bali, saat ini pemerintah daerah bekerja sama dengan pihak swasta sedang berusaha membangun Terminal LNG. Proyek ini bertujuan untuk mencapai kemandirian energi di Bali, mengingat sebagian besar pasokan energi masih harus diimpor dari Jawa. Namun, menurut Roberto, alasan tersebut tidak relevan. Ia menyatakan bahwa meskipun menggunakan LNG, Bali masih akan bergantung pada pasokan LNG dari luar pulau.

Roberto juga menekankan bahwa penolakan terhadap LNG bukan hanya terjadi di Bali, tetapi merupakan gerakan nasional di berbagai wilayah di Indonesia yang telah memiliki instalasi gas atau menjadi tujuan pengembangan LNG.

Melalui penerbitan buletin ini, diharapkan terjadi diskusi dan penilaian kritis terhadap transisi energi, agar tidak hanya mengikuti narasi yang diumumkan oleh pemerintah. Roberto menegaskan bahwa masyarakat juga berhak memiliki pilihan dan pemahaman yang jelas mengenai risiko dari setiap pilihan energi yang diambil.

Penolakan terhadap penggunaan LNG sebagai strategi transisi energi di Bali menggambarkan adanya keprihatinan yang meluas terhadap dampak lingkungan dan perubahan iklim yang ditimbulkan oleh sumber energi tersebut. Aktivis lingkungan dan masyarakat umum berperan penting dalam mempertanyakan dan mengkritisi kebijakan energi yang diambil, dengan harapan dapat mendorong adopsi teknologi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here