Ahli Konversi Energi dari Fakultas Teknik dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung, Tri Yuswidjajanto Zaenuri mengatakan, bahwa penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan oktan yang lebih tinggi akan lebih baik untuk pengguna kendaraan bermotor.
Menurut Prof Tri, menggunakan bahan bakar dengan oktan lebih tinggi akan menghindarkan mesin dari kondisi detonasi atau pembakaran yang tidak terkontrol dan tidak tepat pada waktunya. “Seharusnya pembakaran di ruang bakar mesin motor itu terjadi ketika businya menyala yang kemudian akan merambat ke tempat lain,” kata Prof Tri saat dihubungi HarianSentana.com lewat telepon ganggamnya, Rabu (24/6/2020).
“Namun dalam kasus oktan rendah, pembakaran bisa terjadi di tempat lain dan gelombang pembakaran tadi akan bertabrakan dengan sumber lain yang akan menyebabkan detonasi atau yang biasa kita kenal dengan mesin menggliitik,” tambah Prof.Tri.
Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk menggunakan bahan bakar dengan oktan yang lebih tinggi, karena selain bagus untuk perawatan mesin kendaraan, juga menghasilkan emisi gas buang yang lebih kecil.
Lebih jauh ia mengungkapkan, bahwa antara spesifikasi bahan bakar dengan emisi gas buang juga ada hubungan seperti yang sudah diatur di dalam standar internasional World Wide Fuel Charter (WWFC).
“Kalau spesifikasi sudah diatur di dalam standar internasional WWFC di mana ada ketentuan kalau regulasi emisi gas buang Euro 4 maka spesifiksi bahan bakar harus katagori 3 atau 4, itu sudah ada ketentuannya,” jelas Prof Tri.
“Di dalam ketentuan WWCF tersebut, sama sekali tidak direkomendasikan untuk menggunakan premium atau bahan bakar lain dengan RON di bawah RON 91,” tambah dia.
Namun menurut Prof Tri, setiap kendaraan telah memiliki hitungan rasio kompresi mesin. Hasil dari hitungan tersebut menentukan jenis BBM yang harus digunakan. “Jadi tinggal disesuaikan saja dengan data spek, tapi kalau pakai bahan bakar dengan oktan yang terlalu tinggi justru tidak baik untuk kendaraan yang tidak sesuai,” ujarnya.
Sebagai contoh, kata dia, mobil dengan rasio kompresi mesin di atas 10:1 harusnya sudah pakai RON 92 atau setara Pertamax. Sementara untuk yang di atas 11:1 atau 12:1 tentu harus pakai yang oktan lebih tinggi.
Sedangkan untuk mobil-mobil keluaran tahun 2000-an ke bawah, biasanya rasio kompresi mesin masih rendah. Sekitar 9:1 ke bawah, dan butuh BBM dengan RON 88 atau setara Premium.
“Kalau mobil lawas dengan kompresi rendah seperti itu, pakai oktan tinggi justru tidak baik. Karena pasti ada sisa-sisa bahan bakar yang enggak terbakar,” katanya.
“Lebih baik memgikuti anjuran pabrikan, karena mereka yang telah mengatur engine management seperti apa, kompresinya, dan lain-lain,” tambah Prof.Tri Yus.
Terkait emisi gas buang yang lebih kecil dihasilkan oleh bahan bakar dengan oktan yang lebih tinggi menurutnya hal itu akan lebih baik untuk kesehatan manusia dan membuat lingkungan lebih terjaga.
“Jadi harapan agar masyarakat mau beralih menggunakan BBM ber-oktan lebih tinggi ini selain untuk perawatan mesin kendaraan, juga berdampak lebih baik bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan terutama untuk generasi mendatang. Karena yang akan merasakannya nanti adalah anak cucu kita nanti,” pungkasnya.(sl)