Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sekitar 442,4 GigaWatt, namun sampai saat ini baru dimanfaatkan sebesar dua persen.
Dalam Workshop Energi Terbarukan yang diselenggarakan Mongabay secara virtual, Senin dia mengatakan, pembangkit energi terbarukan itu terus tumbuh, pada 2019 terdapat tambahan 200 GW kapasitas pembangkit energi terbarukan di seluruh Indonesia. Sementara potensi energi terbarukan di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal karena beberapa kendala di lapangan.
Kendala itu di antaranya ketidakpastian peraturan dan kebijakan, kelembagaan dan administrasi, pasar, daya saing ekonomi, infrastruktur dan teknis. Kondisi itu ditambah dengan adanya pandemi COVID-19, sehingga pengembangan sektor energi ditunda sementara dan pemerintah lebih fokus ke penanganan COVID-19.
Sementara dari potensi energi yang dimiliki Indonesia, lanjut dia, energi surya tercatat tertinggi dengan potensi 207,8 GW disusul energi air 75 GW, energi bayu sebesar 60,6 GW, bioenergi 32,6 GW, energi panas bumi 28,5 GW dan arus laut 17,9 GW.
Sedang selama ini, kata Fabby, mayoritas energi yang dipakai di Indonesia dipasok dari energi fosil, bahkan diproyeksikan hingga 2050 berdasarkan Kebijakan Energi Nasional.
Terkait arah kebijakan dan masa depan energi terbarukan di Indonesia, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) DR Surya Darma, Dipl Geotherm Tecnology pada kesempatan yang sama mengatakan, sekitar 92 persen energi bersumber dari energi fosil dan 65 persen minyak impor.
Khusus komposisi kebutuhan tenaga listrik nasional 2019-2035 diperkirakan akan didominasi oleh sektor industri, diikuti sektor rumah tangga bisnis, publik dan transportasi.
“Bahkan mulai tahun 2033 kebutuhan tenaga listrik sektor transportasi diperkirakan akan lebih besar daripada sektor publik,” katanya.