Keefisienan dan kestabilan pasokan, serta harga menjadikan batu bara, menurut berbagai kalangan, hingga kini masih menjadi pilihan paling rasional untuk energi listrik di Indonesia. Tak hanya murah, pasokannya pun stabil.
Ketua Umum Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia-Ikatan Ahli Geologi Indonesia (MGEI-IAGI) Budi Santoso menilai murahnya harga energi batu bara disebabkan oleh keberadaannya menyebar di hampir seluruh Indonesia. Dengan demikian, batu bara tidak hanya mudah didapat dan murah, juga stabil pasokannya.
“Sangat rasional kalau kita mengendalikan energi batu bara. Jadi energi batu bara yang disebut energi kotor adalah hoaks. Saya jamin karena batu bara Indonesia abunya rendah, sulfurnya juga rendah,” kata Budi kepada wartawan, Rabu (25/11).
Dia juga menyebutkan, hasil penelitian terhadap besaran biaya listrik, energi batubara masih yang termurah bagi konsumen. Sedang menyoal dampak lingkungan, MGEI-IAGI menyatakan, hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa teknologi pembangkit listrik batu bara sudah bisa menangkap debu dengan ukuran di bawah lima mikron. Bahkan, untuk masalah buangan gas asam, teknologi kini juga sudah melakukan desulfurisasi yang sangat baik. Karenanya, emisi pembangkit tak berbahaya.
“Teknologi modern pembangkit sudah sangat maju. Emisinya secara ketat dikontrol jauh bahkan jauh lebih kecil dari 5 mikron. Padahal, debu-debu di jalan itu antara 5-15 mikron,” urainya.
Ketua Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia, Wiluyo Kusdwiharto, di kesempatan berbeda mengamini. Produksi listrik yang murah akan mendorong penyediaan listrik ke masyarakat, industri, dan bisnis yang kompetitif, serta akan menjadi daya tarik bagi industri. Harga listrik juga menjadi faktor yang menentukan ease of doing business di suatu negara.
“Karenanya, untuk menyediakan listrik kepada masyarakat, negara harus memenuhi prinsip kecukupan, keandalan, keberlanjutan, keterjangkauan, dan keadilan. Penggunaan batu bara adalah masih yang paling pas untuk Indonesia dan banyak negara,” ujarnya.
Wiluyo tak menampik banyak tudingan terhadap PLTU batu bara menghasilkan energi kotor. Tapi itu adalah kondisi dulu. Dia mengingatkan, perkembangan teknologi modern menjadikan PLTU batu bara justru kian efisien ramah lingkungan. Pembangkit kekinian di Tanah Air, sudah mengadopsi teknologi modern ramah lingkungan ini.
Pengamat Energi Ahmad Redi juga mengutarakan opsi rasional ini. Menurut catatan dia, saat ini batu bara masih menjadi bahan baku utama pembangkit listrik dengan persentase sekitar 60 persen.
“Di perhitungan keefisienan, penggunaan batu bara menyebabkan konsumen juga bisa memperoleh harga listrik yang terjangkau,” ujar Redi.