Pemanfaatan EBT dalam Bauran Energi Primer Masih Rendah

0
504

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi primer masih rendah, yakni hanya 11,2 persen. Sedangkan 88,8 persennya masih didominasi energi fosil.

Dia menjelaskan, roadmap pengembangan kilang dan petrokimia, green fuel serta hilirisasi produk, batubara masih mendominasi sebesar 38 persen bauran energi primer. Diikuti minyak bumi sebesar 31,6 persen, dan gas alam sebesar 19,2 persen.

“Dan kita punya target bauran EBT meningkat ke 23 persen, dan tersisa empat tahun lebih untuk hal itu,” kata Dadan di Jakarta, Selasa, (16/11).

Dominasi batubara dalam pangsa pasar pemanfaatan energi nasional berarti juga emisi karbon yang dikeluarkan ikut besar. Artinya tidak environmental sustainable. Sementara itu, pemanfaatan EBT masih dinilai cukup rendah.

Padahal menurutnya, Indonesia memiliki banyak potensi dalam pengembangan EBT. Namun, pemanfaatannya yang masih minim. Menurut pemaparannya, ada enam jenis EBT yang pemanfaatannya masih rendah.

Di antaranya, tenaga surya yang memiliki potensi sebesar 3.295 GW dan Hidro sebesar 95 GW, diikuti Bioenergi 57 GW. Sementara itu, Bayu sebesar 155 GW, Panas Bumi 24 GW dan Laut 60 GW.

Kendati demikian, menurut data per September 2021, ke enam EBT ini baru dimanfaatkan total sebesar 10.889 MW. Dengan rincian tenaga Surya sebesar 194 MW, Hidro 6.432 MW, Bioenergi 1.923 MW, Bayu 154 MW, Panas Bumi 2.186 dan Laut masih belum ada pemanfaatan.

Roadmap Pemanfaatan EBT

Lebih lanjut, Dadan memaparkan roadmap penerapan EBT menuju net zero emission hingga 2060. Pada bagian, ini Dadan menyoroti beberapa poin penting di dalam roadmap ini.

Di antaranya, pengembangan EBT hingga mencapai 100 persen dalam bauran energi nasional. Kemudian mengurangi emisi beroperasinya PLTD yang semakin besar. Lalu, Pengurangan konsumsi energi fosil, baik di sektor residensial, transportasi maupun sektor pembangkit listrik. Serta, pemanfaatan peralatan efisiensi energi dalam skala besar.

Mengacu pada roadmap, untuk 2021-2025, pada 2021 keluarnya perpres EBT, Perpres Retirement Coal, Co-firing PLTU, CCT, Konversi PLTD ke gas dan EBT.

Lalu pada 2022, penerapan UU EBT dan target penggunaan kompor listrik di 2 juta rumah tangga per tahun. Kemudian, pada 2024 ditarget interkoneksi, smart grid dan smart meter. Serta pada 2025, EBT 23 persen didominasi PLTS.

Dengan rasio elektrifikasi sebesar 100 persen, penggunaan 1.217kWh/kapita, pumped storage mulai COD, dan penurunan emisi 198 juta ton CO2.

“Indonesia ini akan semakin maju dan banyak butuh energi, sekarang konsumsi listrik baru sekitar 1000-an perkapita pertahun, salah satu yang indikator kemajuan negara adalah konsumsi listriknya harus meningkat, ini harus didorong penyediaannya,” tuturnya.

Selanjutnya, pada 2027, penurunan impor LPG secara bertahap, pada 2030 EBT 26,5 persen didominasi Hidro, Panas Bumi, dan PLTS. Kemudian, 2031 retirement PLTU tahap pertama subcritical, interkoneksi antar pulau mulai COD dan 2035 EBT 57 persen didominasi PLTS, Hidro, dan Panas Bumi.

Dilanjutkan 2036 Retirement PLTU tahap kedua subcritical, critical, dan sebagian super critical. Papda 2040 EBT 66 persen didominasi PLTS, Hidro dan Bioenergi. 2048 PLTAL skala besar mulai COD, 2049 PLTN pertama mulai COD dan 2050 EBT 93 persen didominasi PLTS, Hidro dan Bioenergi.

Fase selanjutnya antara 2051-2060, pada 2051 pemanfaatan hidrogen semakin masif, 2054 sisa PLTGU di bawah 1 GW, sisa PLTU di bawah 1 GW, dan EBT 100 persen dengan dominasi PLTS, Hidro dan Angin.

“Seluruh motor berbasis listrik, kompor listrik 52 juta rumah tangga, Jargas 23 juta SR, Listrik 5.308 kWh per kapita, dan penurunan emisi 1.526 juta ton CO2,” tandasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here