Seputarenergi – Masa depan sumber energi Indonesia diprediksi akan mengandalkan “harta karun” baru, yaitu energi baru terbarukan (EBT), khususnya energi matahari atau surya. Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), energi surya diproyeksikan akan menjadi tulang punggung sistem energi nol emisi pada tahun 2050, dengan perkiraan penggunaan mencapai 61% dari total sumber listrik pada tahun 2060. Pemanfaatan energi surya diharapkan dapat mendorong Indonesia untuk mencapai net zero emissions pada 2060.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa pasar baru telah muncul dalam dua tahun terakhir, di mana energi surya digunakan tidak hanya untuk menjual listrik, tetapi juga untuk menghasilkan produk bernilai tambah seperti hidrogen hijau dan amonia. Saat ini, terdapat 10 proyek hidrogen hijau dan amonia yang menggunakan tenaga surya sebagai sumber listrik utama, yang sedang dalam tahap studi dan diharapkan dapat terealisasi dalam 2-3 tahun ke depan.
Fabby menegaskan bahwa untuk mendorong pengembangan energi surya, tiga faktor pendukung penting perlu diperhatikan. Pertama, dibutuhkan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat dari pemerintah, serta penetapan kebijakan dan regulasi yang transparan dan berkelanjutan. Kedua, diperlukan pengembangan ekosistem terpadu, termasuk standarisasi kualitas dan jaminan modul surya, serta ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan terlatih. Terakhir, sangat penting untuk mendorong pertumbuhan industri manufaktur panel surya yang terintegrasi dan kompetitif.
Meskipun potensi teknis energi surya di Indonesia mencapai 3.295 GWp, kemajuan adopsi energi surya masih terbilang lambat. Realisasi kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada tahun 2022 jauh di bawah target yang direncanakan. Beberapa faktor yang menghambat pengadopsian energi surya secara luas termasuk masalah kepemilikan tanah, kurangnya pengalaman lokal, dan tarif yang kurang menarik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menekankan bahwa pengembangan energi surya merupakan strategi penting untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025. Namun, ia juga menyoroti pentingnya akses ke teknologi dan pendanaan untuk berhasil memanfaatkan energi surya secara maksimal dan memenuhi target bauran energi terbarukan.
Kolaborasi dengan Singapura untuk listrik hijau juga mengharuskan produksi modul surya dan baterai di dalam negeri untuk memicu terbentuknya industri PLTS di Indonesia. Pembangunan industri surya rumahan dianggap sebagai kunci untuk memajukan transisi Indonesia menuju energi yang bersih, terjangkau, dan andal.
Energi surya memiliki potensi besar untuk mengatasi tantangan pemanasan global dan mencapai target net zero emissions pada 2060. Dengan dukungan politik dan kebijakan yang tepat, serta investasi yang memadai, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam pengembangan energi surya dan mewujudkan masa depan berkelanjutan yang lebih cerah.