Sungguh Ironi! Pemerintah Inkonsisten Menjalankan Program Transisi Energi

0
272

Seputarenergi – Upaya pemerintah Indonesia untuk melakukan transisi energi semakin menemui tantangan. Janji-janji untuk beralih dari pembangkit listrik bertenaga batu bara ke sumber energi terbarukan tampak bertentangan dengan izin pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) captive yang mendukung industri pengolahan mineral atau manufaktur. Sinyal tak sinkron ini menjadi sorotan, terutama di tengah upaya mendapatkan dana dari Just Energy Transition Partnership (JETP) yang berasal dari negara-negara maju dan lembaga keuangan dunia.

Sebagai bagian dari program transisi energi, Indonesia berupaya mendapatkan dana dari JETP untuk mendukung proyek-proyek energi terbarukan dan penghentian operasi PLTU. Namun, kenyataannya, izin pembangunan PLTU captive tetap dikeluarkan, memicu perbincangan tentang keseriusan pemerintah dalam melaksanakan program tersebut.

Pada pertemuan negara-negara anggota Group of Twenty (G20) di Bali tahun lalu, negara-negara maju berjanji memberikan dana senilai USD 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun melalui skema JETP untuk mendukung transisi energi di Indonesia. Namun, dana tersebut akan cair hanya jika pemerintah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, termasuk menyusun rencana investasi komprehensif dan mengurangi emisi karbon secara signifikan.

Sementara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berusaha mempercepat penghentian operasi 13 PLTU dan membangun pembangkit listrik berenergi bersih, pemerintah juga merilis izin pembangunan PLTU captive. Data dari laporan “Boom and Bust Coal 2023” yang dirilis Global Energy Monitor menunjukkan bahwa Indonesia masih merencanakan pembangunan 18,8 gigawatt PLTU pada akhir 2022, dengan sekitar 69 persennya adalah PLTU captive.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan komitmen pemerintah terhadap program transisi energi. Terlebih lagi, pembangunan PLTU captive ini dapat melanggar target emisi yang telah ditetapkan. Apabila pemerintah tidak memegang teguh komitmennya, hal ini dapat merusak citra Indonesia di mata donor internasional, filantropi, serta calon investor yang tertarik untuk mendukung pengalihan dari energi fosil ke energi bersih.

Jika Indonesia ingin dilihat serius dalam upaya pengurangan emisi karbon melalui transisi energi, langkah yang harus diambil sangat jelas. Regulasi terkait pembangunan PLTU captive perlu direvisi atau dihapus, dan pembangunan pembangkit listrik yang menyumbang emisi besar harus dihentikan. Hanya dengan langkah tegas dan konsisten, program transisi energi akan menghasilkan dampak nyata bagi keberlanjutan lingkungan dan masa depan energi Indonesia. (Sumber: Data dan laporan terkait dari Just Energy Transition Partnership (JETP), Global Energy Monitor, dan Kementerian ESDM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here