KTT ASEAN Dorong Transisi Energi Ramah Lingkungan Tanggulangi Dampak Perubahan Iklim

0
452

Seputarenergi – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN yang berlangsung di Jakarta pada 5-7 September 2023 mencerminkan semangat negara-negara ASEAN dalam mendorong penggunaan energi ramah lingkungan. Ini adalah respons terhadap kenyataan bahwa dampak perubahan iklim sangat dirasakan oleh semua negara ASEAN, termasuk cuaca yang semakin buruk, kenaikan permukaan air laut, dan penyebaran penyakit tropis.

Dalam sebuah laporan baru berjudul “The Economics of Climate Change: Impacts for Asia” oleh Indeks Ekonomi Iklim Swiss Re Institute, ditemukan bahwa perubahan iklim dan dampaknya dapat menghapus 11% Produk Domestik Bruto (PDB) ASEAN pada tahun 2100. Negara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand bahkan dapat kehilangan output ekonomi sebesar tujuh kali lipat PDB mereka antara saat ini hingga tahun 2050. Selain itu, ASEAN sebagai kawasan dapat kehilangan 37,4% dari PDB mereka saat ini pada tahun 2048 jika tidak diambil tindakan untuk memitigasi perubahan iklim, menjadikan pasar ASEAN sebagai pasar yang paling rentan di kawasan Asia.

Faktor finansial juga mendorong perubahan. Tren biaya pembangkit listrik dalam jangka panjang cenderung lebih mendukung sumber energi terbarukan. Industri manufaktur di ASEAN akan menghadapi tantangan jika bergantung pada listrik yang mahal dari bahan bakar fosil, dan hal ini bisa membuatnya kehilangan daya saing di pasar global.

Penting untuk memahami tantangan yang dihadapi ASEAN dalam mempercepat transisi ke energi terbarukan dan solusi rendah karbon. Tantangan tersebut mencakup:

1. Ekosistem Pembiayaan Ramah Lingkungan yang Terbatas: Meskipun ASEAN memiliki peluang keuangan ramah lingkungan senilai US$3 triliun antara tahun 2016 dan 2030, pembiayaan ramah lingkungan saat ini masih terbatas. Hanya 0,45% dari peluang keuangan ini yang telah dimanfaatkan di kawasan ini.

2. Prioritas yang Bertentangan: Transisi menuju energi terbarukan memerlukan kebijakan publik yang kuat untuk mendukung pertumbuhan dan penerapan energi terbarukan. Saat ini, beberapa negara ASEAN lebih proaktif dalam mengusulkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan energi terbarukan dibandingkan negara-negara lain.

3. Subsidi Bahan Bakar Fosil: Negara-negara seperti Indonesia, Brunei, Malaysia, Thailand, dan Vietnam mengalokasikan sejumlah besar PDB mereka untuk subsidi bahan bakar fosil. Hal ini membuat energi terbarukan lebih mahal daripada bahan bakar fosil dan mengalihkan dana publik yang dapat digunakan untuk investasi dalam proyek energi terbarukan.

4. Kapasitas Jaringan Listrik yang Terbelakang: Jaringan listrik yang kuat sangat penting dalam transmisi energi terbarukan. Upaya mencapai target energi terbarukan di ASEAN memerlukan jaringan listrik yang mampu memenuhi peningkatan permintaan dan pembangkitan listrik dari energi terbarukan.

5. Perlindungan dan Dukungan untuk Komunitas Terdampak: ASEAN perlu mempertimbangkan mekanisme seperti Mekanisme Transisi yang Adil (JTM) yang telah diterapkan oleh Uni Eropa untuk memastikan bahwa transisi ke ekonomi netral iklim berlangsung secara adil dan mendukung komunitas yang terkena dampak.

Mengatasi tantangan-tantangan ini akan memungkinkan ASEAN mempercepat transisi ke energi terbarukan dan mencapai target pengurangan emisi. Hal ini juga akan membuka peluang untuk investasi baru, memastikan akses terhadap listrik, dan menciptakan lapangan kerja baru di kawasan ini. Untuk mencapai tujuan ini, kerja sama antar negara-negara ASEAN sangat penting.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here