PLTS Terapung Cirata dan Potensi Pengembangan Energi Terbarukan Masa Depan Indonesia

0
209

Seputarenergi – Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung menjadi sorotan sebagai infrastruktur energi masa depan di Indonesia. Pemerintah melihat potensi pengembangan PLTS terapung sebagai langkah strategis dalam mencapai transisi energi dan target net zero emission (NZE) pada tahun 2060.

Presiden Joko Widodo meresmikan PLTS terapung pertama di Bendungan Cirata, Jawa Barat, pada 9 November 2023. Dengan kapasitas 192 MWp, PLTS terapung Cirata diakui sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan, “PLTS Terapung Cirata akan menjadi etalase percepatan transisi energi dalam mendukung pencapaian menuju net zero emission.” Proyek ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebesar 245 GWh per tahun dan mengurangi emisi sebesar 214 ribu ton per tahun.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan bahwa PLTS Terapung Cirata memiliki potensi untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan dan mencapai target NZE lebih cepat dari tahun 2060. Ia menekankan pentingnya optimalisasi potensi teknis PLTS di Indonesia untuk mendukung target puncak emisi sektor kelistrikan pada tahun 2030.

“Pengoperasian proyek ini bakal menjadi tonggak akselerasi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya berskala besar di Indonesia,” ujar Fabby.

Setelah sukses dengan PLTS terapung Cirata, Kementerian ESDM berencana untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur serupa di lokasi lain. PLTS Terapung Cirata dianggap sebagai proyek yang paling terlihat (visible) dan sejalan dengan proyek bendungan yang dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Strategi Percepatan Penerapan Energi Transisi dan Pengembangan Infrastruktur Energi Ego Syahrial menyatakan, “Kementerian ESDM sangat mendorong supaya floating storage ditingkatkan. Bukan hanya Cirata, tapi seluruhnya.” Ia menyoroti potensi danau-danau besar di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk proyek PLTS terapung.

Ego juga melihat PLTS terapung sebagai solusi inovatif ketika pembangunan infrastruktur PLTS terkendala ketersediaan lahan. PLTS terapung menjadi alternatif yang efisien karena tidak memerlukan proses pembebasan lahan tambahan untuk transmisi energi.

Sementara Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menekankan prinsip lingkungan berkelanjutan dan optimalisasi potensi bendungan untuk menyediakan energi listrik terbarukan. Dengan memanfaatkan lebih dari 20 persen luas permukaan genangan bendungan, proyek PLTS terapung diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan.

Direktur IESR Fabby Tumiwa menyatakan bahwa PLTS terapung memiliki potensi untuk dikembangkan dengan cepat karena proyek ini tidak memerlukan proses pembebasan lahan. Potensi yang dapat dikembangkan hingga tahun 2030 diperkirakan mencapai 8 GW.

Meski Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan infrastruktur energi terbarukan, kendala masih dihadapi terutama dalam hal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Ego Syahrial mengakui bahwa TKDN menjadi hambatan, namun ia optimistis bahwa kehadiran PLTS Terapung Cirata dapat mendorong peningkatan TKDN di masa mendatang.

“Pelan-pelan, nanti juga TKDN bisa kita penuhi. Apalagi bahan baku solar cell kita punya, dari pasir silika dan sebagainya,” ujar Ego.

Namun, Fabby Tumiwa menganggap TKDN masih menjadi kendala karena persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah tidak sejalan dengan kemampuan industri. Ia menekankan peran Kementerian Perindustrian dalam mengembangkan industri PLTS domestik.

“TKDN jadi hambatan karena TKDN ditetapkan tinggi, sebelumnya 60 persen, tapi industri domestik tidak dikembangkan,” kata Fabby.

Dengan berbagai potensi dan kendala yang ada, pengembangan PLTS terapung diharapkan dapat menjadi langkah signifikan dalam mencapai target energi terbarukan dan net zero emission di Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here