Seputarenergi – Realisasi produksi gas siap jual atau lifting gas di Jawa Timur masih di bawah target yang ditetapkan. Hingga Oktober 2023, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat bahwa capaian lifting gas Jawa Timur baru mencapai sekitar 78% dari target APBN 2023 sebesar 873,27 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd).
“Karena penyerapan gasnya belum optimal maka realisasi daripada lifting terhadap potensi atau target masih rata-rata sekitar mungkin 78%,” kata Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa Nurwahidi.
Nurwahidi menjelaskan bahwa realisasi lifting gas yang masih di bawah target disebabkan oleh serapan gas di industri atau pasar yang belum optimal. Kemampuan serapan industri hilir saat ini baru mencapai 565 MMscfd, terutama dari pembeli gas seperti PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Petrokimia Gresik.
“Ini menjadi tantangan bagi kami untuk mengomersialisasi bagaimana menjual gas-gas tersebut lebih banyak lagi kepada pembeli supaya bisa meningkatkan lifting,” ujar Nurwahidi.
Meskipun demikian, realisasi lifting minyak mentah dari Jawa Timur berhasil melewati target APBN tahun ini. Hingga Oktober 2023, realisasi lifting minyak mencapai 190.000 barel per hari atau 106% dari target APBN 2023 sebesar 181.684 barel per hari.
“Mudah-mudahan ini akan bertahan sampai akhir tahun 2023,” tambahnya.
SKK Migas memproyeksikan bahwa sejumlah wilayah kerja gas di Jawa Timur akan mencapai titik puncak produksi pada rentang tahun 2024 hingga 2026. Proyeksi tersebut menyebutkan kelebihan pasokan gas atau oversupply di wilayah tersebut diperkirakan mencapai 200 MMscfd dari beberapa lapangan prospektif.
Wilayah Jawa Timur memiliki potensi gas mencapai 4,6 triliun standar kaki kubik (Tscf) dan potensi minyak sebesar 600 juta barel minyak (MMbo). SKK Migas mencatat 27 wilayah kerja migas di Jawa Timur, dengan 16 wilayah sudah memasuki tahap produksi, 9 wilayah tahap eksplorasi, dan 2 wilayah tahap pengembangan.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebelumnya meminta SKK Migas untuk menahan laju produksi gas mengingat situasi kelebihan pasokan pada paruh pertama tahun ini. Hal ini dipicu oleh rendahnya kapasitas serapan gas domestik dibandingkan dengan tingginya pertumbuhan produksi gas.
“Kita sepakat tolong jangan buru-buru sampai di peak, agak di-leveling dulu [produksinya], masalahnya kalau sudah sampai peak lalu turun itu kan susah, orang nggak bisa insidental menggunakan gas itu,” ujar Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak pada Mei 2023.