Seputarenergi – Pemanfaatan bioenergi atau biomassa sebagai sumber energi terbarukan semakin menarik perhatian di berbagai belahan dunia. Meskipun belum selalu mendapatkan sorotan sebanyak energi terbarukan lainnya seperti tenaga surya dan angin, biomassa telah digunakan secara luas di seluruh dunia sebagai salah satu solusi utama dalam komitmen global untuk mencapai net zero.
Pada tahun 2021, biomassa menyumbang sekitar 5% dari total penggunaan energi primer di Amerika Serikat. Di Inggris, biomassa menjadi sumber listrik terbarukan terbesar kedua, sementara di Uni Eropa, biomassa bahkan menyumbang 60% dari total produksi energi terbarukan.
Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan bahwa bioenergi akan menyumbang 30% dari seluruh produksi energi terbarukan pada tahun 2023. Dari pembakar kayu di rumah tangga hingga pembangkit listrik tenaga biomassa berskala besar, bioenergi dianggap sebagai faktor kunci dalam proses dekarbonisasi dunia. Meski demikian, untuk memastikan keberlanjutan dan keselamatan bioenergi, diperlukan tindakan dan pemikiran lebih lanjut dibandingkan dengan bentuk energi terbarukan lainnya.
Bobby Gafur Umar, Ketua 1 Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengungkapkan keyakinannya terhadap perkembangan bioenergi, “Orang sudah menjadi semakin sadar bahwa energi terbarukan memang sudah sangat pantas digunakan. Dan bioenergi atau biomassa menjadi salah satu energi terbarukan yang benar-benar bisa diandalkan.”
Menurutnya, sampah dan limbah yang dulunya diabaikan kini menjadi sumber daya berharga dalam konteks bioenergi. “Maklum, ada tumpukan dolar di belakangnya,” tambahnya.
Mengapa harus bioenergi? Biomassa sebagai sumber energi terbarukan memiliki dampak positif terhadap keberlanjutan dan kemandirian energi negara. Dengan mengurangi impor bahan bakar, biomassa dapat membantu mengatasi keterbatasan bahan bakar fosil. Penggunaan biomassa dari limbah juga dapat mengurangi tingkat polusi dengan mengubah sampah menjadi sumber energi yang berguna.
Indonesia, yang masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil terbatas, mulai melirik energi terbarukan. Saat ini, energi terbarukan di Indonesia masih didominasi oleh Solar Photovoltaic (PV), sedangkan potensi biomassa masih belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Meskipun Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat besar, pemanfaatannya masih tergolong rendah. Berbagai limbah dari sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan memiliki potensi lebih dari 100 juta ton/tahun, yang mampu diubah menjadi bioenergi. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi biomassa di Indonesia diperkirakan mencapai sedikitnya 146 juta ton per tahun.
Dannif Danusaputro, Chief Executive Officer Pertamina NRE, menegaskan pentingnya memanfaatkan potensi biomassa. “Indonesia ini kaya-raya dengan aneka tanaman biomassa. Tapi, jangan lupa juga, kita harus menjaga suplai biomassa agar senantiasa berkelanjutan. Apalagi, kebutuhannya semakin besar.”
Transformasi energi menuju net zero emission mencakup dua aspek krusial. Pertama, memanfaatkan energi terbarukan atau sumber energi lain dengan emisi minimum untuk memenuhi kebutuhan energi final di semua sektor (diversifikasi). Kedua, mengurangi emisi dari fasilitas atau pabrik yang sudah ada yang menghasilkan emisi tinggi selama operasi (dekarbonisasi).
Bioenergi menjadi bentuk energi inklusif yang dapat dihasilkan dari biomassa yang dapat dengan mudah dikontrol, dikurangi, atau disesuaikan oleh manusia. Dengan memanfaatkan sumber biomassa yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam produksi bioenergi.
“Pengolahan sampah kota di Indonesia sebesar 68 juta ton/tahun dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik dengan kapasitas lebih dari 700 MW. Dengan menjalankan kebijakan ini, maka Indonesia akan menjadi Raja Energi Hijau Dunia,” tutupnya.