Polemik seputar kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) Pertamina belakangan ramai dibicarakan, terutama setelah beberapa SPBU swasta seperti Vivo Energy dan BP-AKR dikabarkan menunda pembelian BBM dari Pertamina. Namun, dari perspektif industri otomotif, kadar etanol 3,5 persen yang terdapat pada BBM Pertamina dinilai masih aman dan tidak menimbulkan masalah teknis bagi kendaraan modern.
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, menegaskan bahwa kadar etanol 3,5 persen masih jauh di bawah ambang batas toleransi mesin kendaraan masa kini.
“Tidak ada masalah dengan kandungan etanol 3,5 persen. Banyak yang memperdebatkan ini, padahal menyesatkan. Untuk Toyota, kami bahkan bisa menerima hingga 20 persen, dan beberapa merek lain sampai 10 persen,” ujar Bob saat ditemui di kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (7/10).
Etanol Lazim di Dunia Otomotif Global
Menurut Bob, penggunaan etanol dalam bahan bakar sudah lazim secara global. Negara-negara seperti Amerika Serikat, India, dan Thailand bahkan telah menerapkan campuran bahan bakar berbasis bioetanol hingga E20, atau mengandung 20 persen etanol.
“Banyak negara sudah menggunakan E10 hingga E20. Jadi, penggunaan etanol di Indonesia bukan hal baru, justru mengikuti tren global menuju bahan bakar ramah lingkungan,” jelasnya.
Ia menilai langkah Pertamina menambahkan etanol merupakan kebijakan strategis yang sejalan dengan upaya pemerintah mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan memperkuat kemandirian energi nasional.
“Ini mendukung arah positif. Selain lebih ramah lingkungan, penggunaan etanol juga bisa menyejahterakan petani lokal karena bahan bakunya berasal dari hasil pertanian,” tambah Bob.
Klarifikasi Pertamina
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI menjelaskan bahwa base fuel Pertamina memang mengandung etanol 3,5 persen, dan hal itu sepenuhnya sesuai regulasi pemerintah yang memperbolehkan campuran hingga 20 persen etanol.
“Konten etanol sebesar 3,5 persen masih dalam batas yang diperkenankan. Ini bukan masalah kualitas, melainkan perbedaan karakteristik produk antar-operator BBM,” kata Achmad.
Beberapa SPBU swasta sebelumnya mengaku menunda pasokan BBM dari Pertamina karena perbedaan spesifikasi bahan bakar, namun tetap membuka ruang negosiasi untuk kerja sama pada kargo berikutnya.
Dengan demikian, isu kandungan etanol dalam BBM Pertamina sebenarnya bukan persoalan keamanan atau mutu, melainkan soal spesifikasi teknis yang berbeda di tiap operator. Dari sisi industri otomotif, bahan bakar dengan campuran etanol rendah tetap aman digunakan dan sejalan dengan tren energi bersih dunia.








