Seputarenergi – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Ramson Siagian, memberikan dukungan terhadap langkah pemerintah dalam pembangunan smelter nikel baru di Indonesia. Keputusan ini dipertimbangkan dengan memperhatikan fakta bahwa sisa umur cadangan nikel hanya cukup untuk beberapa belas tahun ke depan.
Namun, Ramson menegaskan bahwa proyek-proyek smelter yang saat ini sedang berprogres perlu mendapat dukungan penuh. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pelaku usaha nikel yang telah menginvestasikan dana besar tidak merugi akibat adanya kebijakan baru ini.
“Ini semua kelemahan di kebijakan. Kenapa baru sekarang dimana larang nikel tinggal belasan tahun. Ini harus disetop dari sekarang, moratorium bagus juga tapi yang ada sekarang harus didukung sepenuhnya biar survive diadakan penelitian ke semua yang lagi diproses itu sampai betul betul bisa berproduksi,” ungkap Ramson di Gedung DPR, pada Jumat (25/8/2023).
Menurut Ramson, langkah hilirisasi industri bahan mineral sejatinya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Merujuk pada aturan tersebut, pemerintah telah memberlakukan larangan ekspor sejak Januari 2014 atau lima tahun sejak peraturan tersebut diundangkan.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah, sebelumnya menyatakan bahwa moratorium smelter nikel baru hanya akan berlaku untuk smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Jenis smelter ini menghasilkan produk olahan nikel kelas dua seperti nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi).
“Jumlahnya sekarang sudah sangat banyak, dari data kami jumlahnya hampir mencapai 97 proyek. Jadi tentu harus kita pertimbangkan apakah cadangan cukup atau tidak untuk semuanya,” katanya dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, pada Rabu (23/8/2023).
Meskipun demikian, Agus menjamin bahwa pemerintah akan terus membuka peluang untuk pembangunan smelter baru dengan teknologi lain. Salah satunya adalah smelter nikel dengan teknologi hidrometalurgi, seperti smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL), yang berfungsi sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.
Agus menambahkan, “Tidak diartikan bahwa seluruh smelter ditutup. Yang diimbau oleh Menteri adalah yang pirometalurgi, tetapi tidak hidrometalurgi. Hidrometalurgi tetap akan diberi peluang.”
Ia juga memperkirakan bahwa cadangan nikel Indonesia hanya akan bertahan sekitar 10-15 tahun. Oleh karena itu, eksplorasi untuk menemukan cadangan baru menjadi langkah yang sangat penting untuk dilakukan segera.
“Tadi sudah disampaikan bahwa cadangan diperkirakan antara 10 sampai 15 tahun hitungan dari Minerba, mungkin 13 tahun sebagai pertengahan. Kira-kira seperti itu, itu yang harus kita lihat,” tambah Agus.