Seputarenergi – Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, menyatakan bahwa harga keekonomian energi baru terbarukan (EBT) semakin terjangkau. Bahkan, harga listrik dari EBT hampir menyamai atau bahkan lebih efisien dibandingkan dengan energi fosil. Kemajuan teknologi, terutama pada pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), menjadi penyebab utama penurunan harga listrik dari EBT.
Dalam pernyataannya, Dadan menjelaskan bahwa kemajuan teknologi tersebut membuka peluang untuk efisiensi yang lebih tinggi, yang pada gilirannya menurunkan biaya produksi listrik. Ia memberikan contoh konkret dengan menyebut keekonomian PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto sebesar 10,9 sen dolar AS (Rp 1.549) per kilowatt jam (kWh).
“Sekarang, sudah ada kontrak baru PLTB di Kalimantan Selatan awal tahun 2023 ini, kapasitanya sama kira-kira 75 megawatt (MW). Jika dibandingkan dengan harga enam sampai tujuh tahun lalu, sekarang angkanya adalah di bawah 6 sen dolar AS per [Rp 929] kWh,” ujar Dadan.
Dadan juga melakukan perbandingan antara harga pembangkit EBT dengan harga pembangkit berbasis energi fosil, seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Ia menyebutkan contoh PLTS Terapung Cirata yang memiliki harga listrik di bawah 6 sen dolar AS per kWh. Hal ini menunjukkan bahwa pembangkit listrik dari EBT dapat menjadi lebih kompetitif.
“Kalau ingin sederhana, hitung saja, misal produksi listrik dari batubara satu kWh itu perlu sekitar 0,7 sampai 0,8 kilogram batu bara. Jadi, komponen bahan bakarnya itu bisa langsung dihitung di situ. Yang per sekarang angkanya harus lebih mahal dari yang tadi. Ya apakah EBT ini kompetitif? sekarang sudah tendensinya ke situ,” tambah Dadan.
Dengan harga batu bara acuan (HBA) berkisar antara 125-130 dolar AS per ton, harga listrik dari EBT telah dapat bersaing dengan harga listrik berbasis fosil. Dadan menyimpulkan bahwa EBT sudah masuk dalam skala keekonomian, bahkan mampu bersaing secara langsung dengan sumber energi fosil.
“Kita head to head saja dengan fosil sudah bisa. Jadi narasi yang ingin saya bangun itu adalah sekarang tidak ada alasan lagi untuk tidak memakai EBT,” pungkas Dadan.